BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Keselamatan
pasien di Rumah Sakit adalah sistem pelayanan dalam suatu Rumah Sakit yang
memberikan asuhan pasien menjadi lebih aman, termasuk di dalamnya mengukur resiko, identifikasi dan
pengelolaan resiko
terhadap pasien, analisis
insiden, kemampuan untuk belajar dan
menindaklanjuti insiden serta menerapkan solusi untuk mengurangi resiko
"Safety is a fundamental principle of patient
care and a critical component of hospital quality management." (World
Alliance for Patient Safety, Forward Programme WHO 2004). Oleh karena itu, diperlukan komitmen tenaga
medis untuk menjaga keselamatan pasien, memiliki kompetensi
dan etika dalam
keperawatan(CNA 2002).
Keselamatan
pasien merupakan suatu sistem yang sangat dibutuhkan dan diharapkan dapat
meminimalisir kesalahan dalam penanganan pasien baik pada pasien UGD, rawat
inap maupun pada pasien poliklinik. Hal ini terutama
penanganan pasien saat
ini masih buruk akibat keterbatasan sarana dan kurangnya skill tenaga medis (PERSI:2006).
Salah
satu tujuan dari pembangunan kesehatan di Indonesia adalah upaya memperbaiki
kualitas pelayanan kesehatan. Pelayanan berkualitas ini harus dapat
dilaksanakan di seluruh sarana pelayanan kesehatan pemerintah dan swasta,
sehingga diharapkan masyarakat akan lebih berminat untuk memanfaatkan sarana
pelayanan kesehatan mulai dari tingkat puskesmas, rumah sakit dan sarana
pelayanan kesehatan lainnya. Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan
masyarakat yang padat modal, teknologi dan profesi yang dalam sehari-harinya melibatkan
sumber daya manusia dengan berbagai keahlian. Jangkauan dan kualitas pelayanan
kesehatan sangat bergantung pada kapasitas dan kualitas tenaga di institusi
pelayanan kesehatan (Djojosugito, 2000).
Pengorganisasian
suatu sistem, seperti rumah sakit tidak akan terlepas dari sumber daya manusia
(SDM) yang ada dalam organisasi rumah sakit tersebut. Manajemen sumber daya
manusia pada hakikatnya
merupakan bagian integral dari manajemen rumah sakit (Soeroso, 2003).
Keberhasilan sebuah rumah sakit sangat ditentukan oleh pengetahuan,
keterampilan, kreativitas serta
motivasi staf dan karyawannya. Kebutuhan tenaga-tenaga terampil di dalam
berbagai bidang dalam sebuah rumah sakit sudah merupakan tuntutan dunia yang
tidak bisa ditunda. Kehadiran teknologi dan sumber daya lain hanyalah alat atau
bahan pendukung, karena pada akhirnya SDM-lah
yang paling menentukan (Danim, 2004).
Menurut
Aditama (2003), baik buruknya suatu rumah sakit dinilai dari kualitas
pelayanan pasien, yang dihubungkan dengan kualitas pelayanan medis dan atau
kualitas pelayanan perawatan. Mutu pelayanan rumah sakit dapat
dipertanggungjawabkan,
apabila memenuhi kriteria dari berbagai jenis disiplin pelayanan, seperti yang
tercantum dalam surat keputusan No. 436/Menkes/SK/VI/1993, yaitu : (a)
administrasi dan pelayanan; (b) pelayanan medis; (c) pelayanan gawat darurat;
(d) kamar operasi; (e) pelayanan intensif; (f) pelayanan perinatal resiko
tinggi; (g) pelayanan keperawatan; (h) pelayanan anastesi ; (i) pelayanan radiologi; (j)
pelayanan farmasi; (k) pelayanan laboratorium; (l) pelayanan rehabilitasi
medis; (m) pelayanan gizi; (n) rekam medik; (o) pengendalian infeksi di rumah
sakit; (p) pelayanan sterilisasi sentral; (q) pelayanan keselamatan kerja,
kebakaran dan kewaspadaan bencana; (r) pemeliharaan sarana; (s) pelayanan lain;
(t) perpustakaan (Aditama, 2003).
Rumah
sakit merupakan industri jasa yang memiliki ciri bentuk produknya tidak dapat
disimpan dan diberikan dalam bentuk
individual, serta pemasaran yang menyatu dengan pemberi pelayanan, sehingga
diperlukan sikap dan perilaku khusus dalam menghadapi konsumen. Tenaga perawat
yang merupakan “the caring profession”
mempunyai kedudukan yang penting dalam menghasilkan kualitas pelayanan
kesehatan di rumah sakit, karena pelayanan yang diberikannya berdasarkan
pendekatan bio-psiko-sosial-spritual.
Rumah
Sakit Umum Daerah (RSUD) Soreang adalah salah satu
Rumah Sakit Pemerintah yang berada di wilayah Kabupaten Bandung, berdiri pada tahun 1996, yang merupakan pengembangan
dari Puskesmas DTP Soreang. RSUD Soreang didirikan berdasarkan Surat Keputusan Bupati Kepala
Daerah TK. II Bandung Nomor: 445/4056/Tapra tahun 1996 perihal Persetujuan
Prinsip Peningkatan Puskesmas DTP Soreang menjadi Rumah Sakit Kelas D. Pada tahun
1997, RSUD Soreang
ditetapkan menjadi Rumah Sakit Umum Daerah
Kelas C berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor:
1409/MENKES/SK/XII/1997. Penetapan susunan organisasi dan pengisian jabatan
dilakukan pada bulan Maret tahun 1999.
Sarana
fisik/gedung RSUD Soreang terdiri dari:
(1) Gedung Perawatan Terpadu yang digunakan untuk kegiatan Kamar Operasi,
Intensive Care Unit (ICU),
Instalasi Gizi, Ruang Laundry, Instalasi Rawat Inap, Instalasi Farmasi,
Instalasi Pemeliharaan Sarana Rumah Sakit, Unit Bank Darah, (2) Gedung
Manajemen dengan lantai I digunakan untuk Instalasi Radiologi dan Instalasi
Laboratorium serta lantai dasar yang digunakan untuk IGD sedangkan lantai II
dan III untuk kantor serta (3) Gedung Pelayanan Kesehatan terpadu Terpadu untuk
Pelayanan Kesehatan Rawat Jalan.
Kegiatan
pelayanan RSUD Soreang sesuai dilaksanakan melalui instalasi-instalasi.
Instalasi pelayanan kesehatan rujukan yang tersedia saat ini adalah :
Tabel
1.1.
Hasil Kegiatan Rawat Jalan dan IGD RSUD Soreang Tahun
2010-2012
2010
|
2011
|
2012
|
|
RAWAT JALAN KLINIK
|
|||
Penyakit dalam
|
17.620
|
18.721
|
22.932
|
Anak
|
10.129
|
8.345
|
8.192
|
Bedah
|
5.499
|
5.398
|
6.966
|
Obsgyn
|
3.885
|
4.578
|
5.392
|
Mata
|
3.406
|
4.564
|
5.124
|
Gigi
|
3.633
|
4.248
|
4.234
|
THT
|
3.788
|
3.879
|
4.092
|
DOTS
|
2.016
|
1.840
|
2.074
|
Saraf
|
2.913
|
3.675
|
4.305
|
Psikiatri
|
587
|
891
|
1.725
|
Kulit dan Kelamin
|
3.040
|
2.910
|
3.140
|
Umum
|
1.183
|
1.134
|
997
|
Rehab Medik
|
491
|
1.048
|
1.410
|
IGD
|
18.395
|
18.490
|
18.890
|
Jml Kunjungan
|
76.585
|
79.721
|
89.743
|
Sumber Data : LAKIP
Tahun 2012 RSUD Soreang
Meningkatnya
kegiatan rawat jalan dan IGD berdasarkan tabel di atas seiring dengan
meningkatnya jumlah pasien Jampersal dan pasien dari daerah lain (Kabupaten Cianjur).
Komitmen untuk keselamatan pasien tetap diutamakan, meskipun sumber daya pelayanan kesehatan masih terbatas. Dari hasil pengamatan masih terdapai beberapa kejadian
kecelakaan terhadap asien yaitu kejadian infeksi karena jarum infus periode Februari –
juni 2012 sebanyak 394 kasus (14.80% ) dan periode Juli – Desember 2012
sebanyak 247 kasus (
9.28 %.) , angka
kejadian dekubitus periode Februari – Juni 2012 sebesar 4 kejadian (0,07%) dan periode
Juli-Desember 2012 sebanyak 10 kejadian
( 0,2 %) ..
Dengan demikian, peningkatan pelayanan
kesehatan pada
wilayah Bandung dan sekitarnya, harus diimbangi oleh peningkatan kualitas layanan publik serta pengembangan
kepemimpinan transformatif pada RSUD Soreang Kabupaten Bandung .
Berdasarkan latar belakang permasalahan
tersebut, maka
Kertas Kerja Observasi Lapangan (OL) Kelompok II mengambil judul : PENGEMBANGAN KEPEMIMPINAN TRANSFORMATIF DALAM PENINGKATAN PENANGANAN KESELAMATAN PASIEN DI RSUD SOREANG
KABUPATEN BANDUNG.
B. Isu
Aktual
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka isu aktual yang ada
di RSUD Soreang Kab. Bandung adalah sebagai berikut:
1. Belum optimalnya penanganan keselamatan pasien;
2. Belum optimalnya penanganan kasus HIV/AIDS
3. Belum optimalnya Sistem Informasi Manajemen (SIM) Rumah
Sakit.
Ketiga Isu Aktual tersebut, selanjutnya kami analisis
menggunakan Teori Urgency, Seriousness, dan Growth (USG) untuk mendapatkan prioritas masalah
yang perlu segera ditindaklanjuti penyelesaiannya. Penjelasan mengenai kriteria USG dan skala penentuan skor adalah
sebagai berikut:
- Urgency;
Menilai
seberapa mendesak isu tersebut, dikaitkan dengan waktu yang tersedia, dan seberapa keras tekanan waktu tersebut
untuk memecahkan masalah yang menyebabkan isu tadi.
- Seriousness;
Seberapa serius
isu tersebut, dikaitkan dengan akibat yang
terjadi dengan penundaan pemecahan masalah yang menimbulkan isu tersebut. Lebih
konkret dijelaskan cara mengetahui tingkat keseriusan suatu masalah adalah
dengan melihat bahwa dalam keadaan yang sama, suatu masalah yang dapat
menimbulkan masalah lain memiliki tingkat keseriusan lebih tinggi dibandingkan
dengan masalah lain yang berdiri sendiri.
- Growth.
Seberapa besar
isu akan berkembang dikaitkan dengan kemungkinan masalah penyebab isu akan
semakin memburuk apabila tidak ditangani.
Pemberian
skor tiap isu aktual berdasarkan kriteria USG
menggunakan angka dengan skala 1-5, dengan penjelasan sebagai berikut :
- Nilai 5 untuk isu yang tingkatan USG-nya sangat besar;
- Nilai 4 untuk isu yang tingkatan USG-nya besar;
- Nilai 3 untuk isu yang tingkatan USG-nya cukup;
- Nilai 2 untuk isu yang tingkatan USG-nya kecil;
5.
Nilai
1 untuk isu yang tingkatan USG-nya
sangat kecil;
Hasil analisis USG untuk ketiga isu aktual terkait
dengan penanganan keselamatan pasien dapat dilihat pada tabel
berikut:
Tabel 1.2
MATRIK USG
No.
|
Isu Aktual
|
U
|
S
|
G
|
Total
|
Ket
|
1.
|
Belum optimalnya penanganan keselamatan pasien
|
5
|
4
|
4
|
14
|
I
|
2.
|
Belum optimalnya
penanganan kasus HIV/AIDS
|
4
|
5
|
3
|
12
|
II
|
3.
|
Belum optimalnya SIM
Rumah Sakit.
|
3
|
3
|
5
|
11
|
III
|
Dari ketiga isu aktual tersebut diatas, yang merupakan
isu aktual prioritas adalah: Belum optimalnya penanganan
keselamatan pasien.
C. Lingkup
Bahasan
Kertas Kerja Observasi
Lapangan (KK-OL) ini ditekankan pada pengembangan Kepemimpinan Transformatif dalam peningkatan
penanganan keselamatan pasien di RSUD Soreang
Kabupaten Bandung.
Untuk membatasi pembahasan permasalahan yang diajukan, maka KK-OL ini dibatasi pada lingkup Fokus
Peningkatan Penanganan Keselamatan
Pasien.
Untuk
terbangunnya persamaan persepsi dalam memaknai istilah-istilah maka beberapa
istilah yang perlu diberikan batasan pengertian adalah :
1.
Pengembangan adalah proses perluasan aktivitas
kegiatan atau model kearah yang lebih besar.
2.
Kepemimpinan Transformatif adalah proses dimana pemimpin
dan pengikutnya merangsang (stimulus) diri satu sama
lain untuk penciptaan mobilitas dan motivasi tingkat tinggi berkaitan dengan
tugas dan fungsi bersama.
3.
Penanganan adalah proses,
cara (metode) dan atau
perbuatan untuk menangani pasien secara profesional dan sesuai standar pelayanan.
4.
Keselamatan adalah merujuk pada
perlindungan terhadap kesejahteraan fisik seseorang terhadap cedera yang
terkait dengan pekerjaan. Kesehatan adalah merujuk pada kondisi umum fisik,
mental dan stabilitas emosi secara umum.
Adapun
lingkup bahasan pada Laporan KK-OL ini
sebagai berikut :
1)
Lingkup
Wilayah
Organisasi yang menjadi lokus Kelompok II adalah RSUD Soreang Kabupaten Bandung.
2)
Lingkup
Aspek
Obyek yang menjadi tujuan fokus adalah penanganan keselamatan pasien RSUD Soreang Kabupaten Bandung.
3)
Lingkup
Substansi
Urgensi dalam analisis
Kertas Kerja Observasi Lapangan adalah Peningkatan
Penanganan Pasien pada RSUD Soreang
Kabupaten Bandung yang memiliki keterkaitan tupoksi; telaah regulasi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan,
Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 131/Menkes/SK/II/2004 tentang Sistem
Kesehatan Nasional (SKN), Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
1457/Menkes/SK/X/2003 tentang Standard Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di
Kabupaten/Kota, Peraturan Daerah Kabupaten Bandung No. 14 Tahun 2010 dan
diundangkan dalam Lembaran Daerah Kabupaten Bandung No. 14 Tanggal 13 Desember
2010.
BAB II
TEORI, KONSEP, PRINSIP
A. Kepemimpinan
1. Pengertian
Kepemimpinan dapat
diartikan sebagai kemampuan
untuk mempengaruhi suatu kelompok ke arah tercapainya tujuan organisasi. Kepemimpinan merupakan salah satu
faktor yang memainkan peranan
penting dalam pencapaian
tujuan organisasi. Pemimpin
dapat menyusun struktur tugas untuk menentukan
sejauh mana penugasan
pekerjaan diprosedurkan (Robbins, 2001).
2. Gaya
Kepemimpinan
Menurut Heidjrachman
dan S. Husnan
(2002: 224) gaya kepemimpinan adalah
pola tingkah laku
yang dirancang untuk mengintegrasikan tujuan organisasi
dengan tujuan individu untuk mencapai tujuan
tertentu. Sedangkan menurut
Tjiptono (2001:161) gaya kepemimpinan adalah
suatu cara yang
digunakan pemimpin dalam berinteraksi dengan bawahannya.
Sementara itu, pendapat lain menyebutkan bahwa
gaya kepemimpinan adalah
pola tingkah laku
(kata-kata dan
tindakan-tindakan) dari seorang
pemimpin yang dirasakan
oleh orang lain (Hersey, 2004:29).
Dalam
Path-Goal Theory (Robert House, 1974 dan Srimindarti,
2006)
gaya kepemimpinan digolongkan
menjadi empat tipe
yaitu: kepemimpinan
direktif, kepemimpinan yang
mendukung, kepemimpinan partisipatif
serta kepemimpinan yang
berorientasi pada prestasi. Dalam
kepemimpinan yang direktif pemimpin
memberi kesempatan kepada bawahan untuk mengetahui apa yang menjadi harapan
pemimpinnya dan memberikan arahan mengenai cara melaksanakan suatu tugas. Gaya
ini mengandung arti bahwa pimpinan berorientasi
pada hasil. Dalam
kepemimpinan yang mendukung
pemimpin bersikap ramah dan
menunjukkan kepedulian akan
kebutuhan bawahan. Pemimpin berusaha
untuk mendekatkan diri
serta menyenangkan perasaan bawahannya. Dalam
kepemimpinan partisipatif pemimpin
berusaha mendapatkan
masukan-masukan serta saran
dari bawahan dalam pengambilan keputusan, sedangkan
dalam kepemimpinan yang berorientasi pada prestasi pemimpin
menetapkan tujuan-tujuan yang bersifat menantang dan pemimpin
mengharapkan agar bawahan
berusaha mencapai tujuan tersebut seoptimal mungkin.
Sikap
serta gaya kepemimpinan memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap organisasi
bahkan terhadap produktivitas. Kepemimpinan juga dapat
digambarkan dalam garis
kontinum mulai dari inisiatif
(initiating) sampai
pada kepemimpinan pertimbangan (considerating). Struktur inisiatif menggambarkan
bahwa pimpinan mengatur dan
menentukan pola organisasi,
saluran komunikasi, struktur peran dalam
pencapaian tujuan organisasi,
dan cara pelaksanaannya. Pertimbangan menggambarkan
hubungan yang hangat
antara atasan dan bawahan,
adanya sikap saling
percaya, kekeluargaan, dan
penghargaan terhadap gagasan yang
datang dari bawahan.
Setiap tipe gaya kepemimpinan memiliki pengaruh terhadap
tingkat inovasi produk.
3. Kepemimpinan
Transformatif
Salah satu konsep kepemimpinan yang relevan dengan
situasi masa kini di mana perubahan terjadi
sangat cepat dan
menuntut setiap organisasi
untuk dapat menyesuaikan diri
adalah konsep kepemimpinan
transformasional. Konsep ini dikembangkan pertama
kali oleh James
McGregor Burns di Tahun 1979
dan disempurnakan oleh Bernard
M. Bass dan
Bruce J. Avolio
pada Tahun 1985.
Bernard
Bass terinspirasi oleh buku karya Burns berjudul “Leadership” di tahun 1979,
yang memberikan argumentasi bahwa sifat (traits),
perilaku (behaviour), atau situasi
(contingency) merupakan pembahasan umum kepemimpinan
pada periode lama, sedangkan saat ini,
hal yang paling mendasar
dari kepemimpinan adalah
mengenai pertukaran (exchange)
antara pemimpin dan
pengikutnya. Burns mengidentifikasi terdapat
dua tipe kepemimpinan yaitu transaksional dan transformasional. Transaksional berdasarkan pada instrumen
pertukaran nilai yang biasa dan ‘duniawi’. Sedangkan kepemimpinan transformasional melibatkan
sesuatu yang lebih tinggi
dari sekedar materi.
Pemimpin transformasional dan pengikutnya saling berinteraksi untuk
meningkatkan pengertian akan tujuan, misi, dan
pemahaman. Pemimpin dan
yang dipimpin secara
bersama-sama terbangunkan
dan bertransformasi, sehingga
dikatakan sebagai kepemimpinan transformasional. Hasilnya adalah terbangunnya hubungan
stimulasi bersama dan peningkatan
yang mengubah pengikut
menjadi pemimpin dan mengubah pemimpin menjadi agen moral.
(Boyyet, 2006:2)
Bass
dalam Gibson (1997:86) mendefinisikan
kepemimpinan
transformasional sebagai kemampuan
untuk memberikan inspirasi
dan memotivasi para pengikut
untuk mencapai hasil-hasil
yang lebih dari
pada yang direncanakan secara
orisinil dan untuk imbalan internal. Dengan mengungkapkan suatu visi,
pemimpin transformasional membujuk
para pengikut untuk
bekerja keras mencapai sasaran yang digambarkan.
Proses perubahan
yang dilakukan oleh
pemimpin transformasional
menurut Bass dapat
dilakukan dengan cara
: (1) meningkatkan
kesadaran karyawan terhadap nilai
dan pentingnya tugas
dan pekerjaan, (2)
mengarahkan mereka untuk fokus
pada tujuan kelompok
dan organisasi, bukan
pada kepentingan pribadi, dan (3) mengembangkan potensi mereka seoptimal
mungkin.
Kepemimpinan transformasional memotivasi
karyawan untuk melakukan
pekerjaan atau tugas lebih baik dari apa yang bawahan inginkan dan bahkan lebih
tinggi dari apa
yang sudah diperkirakan
sebelumnya. Kepemimpinan seperti
ini, sejak
awal menimbulkan kesadaran dan
komitmen yang tinggi
dari kelompok terhadap tujuan
dan misi organisasi
serta akan membangkitkan komitmen para
pekerja untuk melihat
dunia kerja melampaui
batas-batas kepentingan pribadi demi untuk kepentingan organisasi.
Pasolong (2008:130)
menuliskan setidaknya terdapat
sepuluh prinsip kepemimpinan transformasional, yaitu: (1)
kejelasan visi, kepemimpinan
yang baik selalu mulai dengan
visi yang merefleksikan tujuan bersama, dan dijelaskan kepada seluruh
karyawan dengan jelas dan
sederhana, (2) kesadaran
karyawan, selalu berusaha
untuk meningkatkan nilai dan arti penting tugas dan pekerjaan
mereka bagi organisasi, (3)
pencapaian visi, berorientasi
pada pencapaian visi dengan
cara menjaga dan
memelihara komitmen yang
telah dibangun bersama, (4) pelopor perubahan, berani melakukan
dan merespon perubahan apabila
diperlukan, dan menjelaskan
kepada seluruh karyawan
tentang manfaat dari perubahan yang dilakukan, (5) pengembangan diri,
mengembangkan diri secara terus-menerus
melalui berbagai media
pembelajaran untuk
meningkatkan kompetensinya, (6)
pembelajaran karyawan, memfasilitasi kebutuhan pembelajaran
karyawan secara efektif
dan mengembangkan potensi mereka seoptimal mungkin, (7)
pemberdayaan karyawan, membagi
kewenangan dengan cara memberdayakan
karyawan berdasarkan trust (kepercayaan), dengan mempertimbangkan kemampuan
dan kemauan mereka, (8) pengembangan kreativitas,
membimbing dan mengembangkan kreativitas
karyawan dan membantu mereka
dalam memecahkan masalah-masalah strategis secara efektif, (9) budaya kerja sama,
membangun budaya kerja
sama karyawan dan mengarahkan
mereka untuk mendahulukan tujuan
kelompok dan organisasi daripada
kepentingan pribadi, dan (10)
kondusifitas kelompok, menciptakan organisasi yang kondusif dengan
mengembangkan budaya kemitraan, komunikasi, multi-level, dan mengutamakan etika
dan moralitas.
B.
Peningkatan
Arah kebijaksanaan
peningkatan kinerja pegawai dalam tahun-tahun terakhir ini
adalah meningkatkan kualitas Pegawai melalui upaya-upaya antara lain pendidikan
dan pelatihan.
Tujuan dan sararan pokok
peningkatan kinerja pegawai adalah dalam rangka terwujudnya administrasi
pemerintahan yang berdisiplin, memiliki nilai produktif dan daya guna, baik dan
berwibawa.
Dengan demikian
kebijaksanaan peningkatan kinerja pegawai apakah melalui pendidikan dan
pelatihan sekaligus juga merupakan upaya peningkatan sumber daya pegawai secara
rasional. Hal ini berarti pula bahwa pendidikan dan pelatihan pegawai merupakan
hal yang mutlak untuk dilaksanakan secara sistematis dan berkesinambungan
karena sudah merupakan kebutuhan yang nyata bagi sumber daya aparatur.
Sasaran yang ingin
diwujudkan melalui pendidikan dan pelatihan bagi pegawai adalah diarahkan pada
pengembangan dan peningkatan aspek-aspek:
- Pengembangan dan kemampuan melaksanakan tugas dan peran sebagai aparatur pemerintah sehingga dapat memenuhi standar yang telah ditentukan untuk suatu tugas tertentu dan mampu mengambil keputusan secara mandiri dan profesional.
- Meningkatkan motivasi, disiplin, kejujuran, etos kerja dan rasa tanggung jawab yang dilandasi dengan semangat jiwa pengabdian.
- Perubahan sikap yang lebih mengarah pada perkembangan, keterbukaan, sikap melayani dan mengayomi publik yang merupakan tugas dan tanggung jawab pokoknya.
Oleh sebab itu, kunci utama
untuk meningkatkan pelayanan tugas-tugas rutin dan tugas kedinasan adalah
melalui proses peningkatan kualitas kinerja pegawai melalui program pendidikan
dan pelatihan.
Konsep peningkatan kualitas
kinerja pegawai pada prinsipnya merupakan suatu upaya yang terencana untuk
meningkatkan kapasitas individu dan masyarakat suatu bangsa agar dapat secara
aktif menentukan masa depannya. Peningkatan kinerja pegawai secara sederhana
dapat didefinisikan sebagai upaya untuk mengembangkan inisiatif dan kreatifitas
dari manusia dan masyarakat Indonesia sebagai sumber daya pembangunan yang
utama dalam rangka mencapai kesejahteraan lahir batin, dan ketenteraman dalam
suasana kehidupan masyarakat, bangsa dan negara berdasarkan Pancasila dan UUD
1945.
Menyadari betapa pentingnya
peranan sumber daya manusia aparatur dalam hal ini adalah Pegawai Negeri Sipil
dalam pembangunan, maka para pegawai perlu diberdayakan secara optimal lagi.
Hal ini akan dicapai apabila pengetahuan dan tanggung jawab dalam pelaksanaan
tugas-tugas pemerintahan maupun pembangunan yang diemban oleh para Pegawai
Negeri Sipil dapat dilaksanakan secara maksimal. Dalam rangka inilah diperlukan
upaya pembinaan baik dalam karier maupun prestasi kerja Pegawai Negeri Sipil
yang bersangkutan.
Dari pandangan tersebut,
bisa dinyatakan bahwa upaya peningkatan kualitas kinerja pegawai melalui
pendidikan dan pelatihan dapat menciptakan pelaksanaan tugas yang lebih baik
serta menciptakan efektifitas pencapaian sasaran tugas yang ditentukan bagi
setiap bagian dalam organisasi.
Dalam sisi lain, konsultan
pelatihan yang tersedia dalam masyarakat biasanya menyediakan berbagai paket
pelatihan yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan organisasi. Hal ini
diupayakan dengan harapan adanya dinamisasi pelaksanaan pendidikan dan
pelatihan yang lebih bersifat mengenal lingkungan internal masing-masing dan
lingkungan eksternal dalam pelaksanaan tugas yang dibebankan organisasi.
D. Keselamatan
Pasien
Patient Safety atau keselamatan pasien adalah suatu sistem yang
membuat asuhan pasien di rumah sakit menjadi lebih aman.
Sistem ini mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh
kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang
seharusnya diambil.
Pada November
1999, the American Hospital Asosiation (AHA) Board of Trustees mengidentifikasikan
bahwa keselamatan dan keamanan pasien (patient
safety) merupakan sebuah prioritas strategik. Mereka juga
menetapkan capaian-capaian peningkatan yang terukur untuk medication
safety sebagai
target utamanya. Tahun 2000, Institute of Medicine, Amerika Serikat dalam “TO
ERR IS HUMAN, Building a Safer Health System” melaporkan bahwa dalam pelayanan
pasien rawat inap di rumah sakit ada sekitar 3-16% Kejadian Tidak Diharapkan
(KTD/Adverse Event). Menindaklanjuti penemuan ini, tahun 2004, WHO mencanangkan World
Alliance for Patient Safety, program bersama dengan berbagai negara
untuk meningkatkan keselamatan pasien di rumah sakit.
Di Indonesia,
telah dikeluarkan pula Keputusan Menteri
Kesehatan Nomor
496/Menkes/SK/IV/2005 tentang Pedoman Audit Medis di Rumah Sakit, yang tujuan
utamanya adalah untuk tercapainya pelayanan medis prima di rumah sakit yang
jauh dari medical error dan
memberikan keselamatan bagi pasien. Perkembangan ini diikuti oleh Perhimpunan
Rumah Sakit Seluruh Indonesia(PERSI) yang berinisiatif melakukan pertemuan dan
mengajak semua stakeholder rumah sakit untuk lebih memperhatian keselamatan
pasien di rumah sakit.
BAB III
GAMBARAN KEADAAN
A.
Gambaran Keadaan
Sekarang.
1.
Visi
Mewujudkan Rumah Sakit Umum Daerah Soreang yang maju, unggul, mandiri,
berdaya saing serta amanah.
2.
Misi.
Berdasarkan Visi
diatas maka ditetapkan Misi RSUD Soreang sebagai berikut:
a.
Meningkatkan
kualitas dan kuantitas Sumber Daya manusia
b.
Memberikan
pelayanan kesehatan secara profesional dan paripurna.
c.
Meningkatkan
pengelolaan manajemen RS secara professional
d.
Meningkatkan
kemitraan dengan institusi terkait dibidang pelayanan dan pendidikan kesehatan
3.
Kedudukan
a.
Tugas Pokok dan
Fungsi
Penyelenggaraan Tugas Pokok dan
Fungsi RSUD Soreang yang diberlakukan saat ini berdasarkan Peraturan Daerah
Kabupaten Bandung No. 5 Tahun 2008 adalah sebagai berikut :
Melaksanakan upaya kesehatan secara
berdayaguna dan berhasil guna dengan mengutamakan upaya penyembuhan, pemulihan
yang dilakukan secara serasi, terpadu dengan upaya peningkatan dan pencegahan
serta melaksanakan upaya rujukan, melaksanakan, melaksanakan pelayanan yang
bermutu sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit.
Dalam melaksanakan tugas pokok di atas, RSUD Soreang mempunyai fungsi
sebagai berikut :
a.
Penyelenggaraan
pelayanan medis dan
penunjang medik serta non medis;
b.
Penyelenggaraan pelayanan dan asuhan keperawatan serta
pelayanan rujukan;
c.
Pelaksanaan pelayanan
teknis administratif ketatausahaan;
d.
Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Bupati sesuai dengan tugas dan
fungsinya.
Penetapan susunan
organisasi serta pengisian jabatan dilakukan pada bulan Maret tahun 1999 dan
bulan Agustus 2001 berdasarkan Perda No. 13/1998 dan Perda No. 7/2001 serta
pada tahun 2002 diubah kembali dengan kenaikan eselon menurut Perda No.
10/2002. Pada tahun 2008 melalui Perda No. 5 Tahun 2008 terdapat perubahan atas
susunan organisasi serta pengisian
jabatan di seluruh Rumah Sakit Umum Daerah milik Pemerintah Kabupaten Bandung.
Berdasarkan Perda No. 5 Tahun 2008
tersebut, maka kedudukan RSUD Soreang merupakan SKPD di lingkungan
Pemerintah Kabupaten Bandung yang bertanggungjawab kepada Bupati Bandung sebagai Kepala Daerah
sekaligus pemilik Rumah Sakit di bidang pelayanan kesehatan rujukan, dengan tugas pokok Melaksanakan upaya
kesehatan secara berdayaguna dan berhasilguna dengan mengutamakan upaya
penyembuhan, pemulihan yang dilakukan secara serasi, terpadu dengan upaya
peningkatan dan pencegahan serta melaksanakan upaya rujukan, melaksanakan
pelayanan yang bermutu sesuai dengan standar
pelayanan rumah sakit.
Berdasarkan Perda
Nomor 5 Tahun 2008 tentang Rumah Sakit Umum Daerah
Kabupaten Bandung, susunan Organisasi RSUD Soreang, terdiri dari :
1) Direktur;
2) Bagian Tata Usaha, yang dalam melaksanakan
Tugas dan Fungsinya membawahi :
a) Sub Bagian Umum
dan Perlengkapan;
b) Sub Bagian
Kepegawaian dan Pengembangan SDM;
c) Sub Bagian
Program dan Kehumasan.
3)
Bidang Kemedikan, yang
dalam melaksanakan Tugas dan Fungsinya
membawahi:
a) Seksi Pelayanan dan Penunjang Medik;
b) Seksi Rekam Medik.
4) Bidang
Keperawatan, yang dalam melaksanakan Tugas
dan Fungsinya membawahi :
a) Seksi Perawatan Rawat Inap;
b) Seksi Perawatan Rawat Jalan dan Khusus.
5) Bidang Keuangan, yang dalam melaksanakan Tugas dan
Fungsinya membawahi:
a) Seksi Mobilisasi Dana;
b) Seksi Pengeluaran dan Akuntansi.
6) Satuan Pengawas Intern (SPI);
7) Kelompok Jabatan Fungsional, yang meliputi :
a) Komite Medik;
b) Staf Medik Fungsional;
c) Komite Keperawatan;
d) Staf
Keperawatan Fungsional;
e) Instalasi.
f) Jabatan Fungsional Lainnya sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
Bagan struktur organisasi RSUD Soreang dapat dilihat pada gambar di bawah
ini.
Gambar 1. Struktur Organisasi
b.
Sarana dan
Prasarana.
Keadaan Kepegawaian, Sarana Prasarana RSUD Soreang Bandung
adalah sebagai berikut :
1) Sumber
Daya Manusia.
Jumlah pegawai RSUD Soreang yang pada awal berdirinya tahun 1996 hanya 47
orang, namun sampai dengan akhir tahun 2012 jumlahnya menjadi 416 orang dengan
berbagai macam latar belakang profesi seperti dokter umum, dokter gigi, dokter
spesialis, paramedis keperawatan /non keperawatan, tenaga kesehatan lainnya
serta tenaga non kesehatan. Berdasarkan status kepegawaian terdiri atas 313 orang PNS dan 103 orang Pegawai Tidak
Tetap Rumah Sakit. Uraian jumlah SDM RSUD Soreang berdasarkan kelompok jabatan
dapat dilihat dalam tabel dibawah ini.
Tabel
3.1.
Jumlah
SDM RSUD Soreang berdasarkan Kelompok Jabatan
No
|
Nama Jabatan
|
Jumlah
|
||
PNS
|
TKK
|
Total
|
||
1
|
Tenaga Struktural
|
14
|
14
|
|
2
|
Tenaga Dokter Spesialis
|
18
|
1
|
19
|
3
|
Tenaga Dokter Umum
|
9
|
9
|
|
4
|
Tenaga Dokter Gigi
|
1
|
1
|
|
5
|
Tenaga Keperawatan
|
122
|
52
|
174
|
6
|
Tenaga Kebidanan
|
15
|
9
|
24
|
7
|
Tenaga Gizi
|
18
|
3
|
21
|
8
|
Tenaga Farmasi
|
9
|
3
|
12
|
9
|
Tenaga Laboratorium
|
7
|
5
|
12
|
10
|
Tenaga Bank Darah
|
4
|
4
|
|
11
|
Tenaga Radiologi
|
4
|
2
|
6
|
12
|
Tenaga IPSRS
|
9
|
1
|
10
|
13
|
Tenaga Fisioterapi
|
1
|
1
|
2
|
14
|
Tenaga Administrasi dan
Teknis
|
76
|
25
|
101
|
15
|
Tenaga Laundry
|
6
|
1
|
7
|
Jumlah
|
313
|
103
|
416
|
Sumber Data : LAKIP
Tahun 2012 RSUD Soreang
2) Pelayanan
Rawat Inap
Instalasi
Rawat Inap
semula hanya berjumlah 72 buah tempat
tidur terdiri dari kelas II 28 buah dan kelas III 44 buah, dengan pembangunan ruang VIP dan kelas I pada tahun 2002, dioperasionalkannya Ruang
ICU pada tahun 2004 serta penambahan kapasitas unit rawat inap kelas III secara
kontinyu sejak tahun 2009,
maka jumlah tempat tidur yang dapat
dioperasionalkan
sampai akhir tahun 2012 adalah 211 tempat tidur dengan rincian dibawah ini.
Tabel 3.2
Jumlah dan Fungsi
Tempat Tidur Perawatan
RSUD Soreang per SMF
No
|
Jenis Pelayanan /
Ruang Rawat Inap
|
Jml TT
|
Perincian Tempat
Tidur Per-Kelas
|
Ruang Tindakan
|
||||
Kelas Utama
|
Kls I
|
Kls II
|
Kls III
|
Non Kelas
|
||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
8
|
9
|
1
|
Penyakit
Dalam
|
50
|
1
|
7
|
20
|
22
|
||
2
|
B
e d a h
|
15
|
1
|
2
|
4
|
8
|
||
3
|
Kesehatan
Anak
|
41
|
1
|
2
|
12
|
26
|
||
4
|
Obstetrik
|
13
|
1
|
1
|
1
|
10
|
7
|
|
5
|
Ginekologi
|
6
|
1
|
1
|
4
|
3
|
||
6
|
S
a r a f
|
14
|
1
|
2
|
4
|
7
|
||
7
|
T
H T
|
5
|
1
|
1
|
3
|
|||
8
|
M
a t a
|
3
|
3
|
|||||
9
|
Pelayanan
Rawat Darurat
|
12
|
12
|
1
|
||||
10
|
Isolasi
|
13
|
2
|
6
|
5
|
|||
SUB TOTAL
|
175
|
7
|
17
|
48
|
88
|
15
|
11
|
|
11
|
Perinatologi/Bayi
|
25
|
25
|
|||||
TOTAL
|
200
|
7
|
17
|
73
|
88
|
15
|
11
|
Sumber Data : LAKIP Tahun 2012 RSUD Soreang
3) Pelayanan
Gawat Darurat (IGD)
Instalasi Gawat darurat (IGD) RSUD Soreang merupakan pintu gerbang utama
pelayanan kesehatan RS untuk melayani pasien dalam kasus-kasus yang bersifat
darurat dengan didukung oleh dokter dan perawat yang profesional
bersertifikasi di bidang penanganan kegawatdaruratan. Namun sampai saat ini
pelayanan yang diberikan belum optimal karena keterbatasan lahan yang tersedia
untuk penanganan pasien gawat darurat.
4)
Pelayanan Penunjang
Pelayanan ini belum sepenuhnya dilengkapi dengan fasilitas sesuai
standar namun secara bertahap terus dilakukan perbaikan-perbaikan guna
melengkapi sarana prasarana penunjang kesehatan di RSUD Soreang. Pelayanan
penunjang yang ada di RSUD Soreang baik medis maupun non medis adalah sebagai
berikut.
a. Intensive
Care Unit (ICU)
b. Instalasi
Bedah Sentral
c. Instalasi
Radiologi
d. Instalasi
Patologi klinik (Laboratorium)
e. Instalasi
Farmasi
f. Instalasi
Unit Bank Darah
g. IPSRS
h. Unit
SIM-RS
i. Unit
Laundry
4. Kinerja
saat ini
Berdasarkan analisis dan evaluasi capaian kinerja tahun
2012 RSUD Soreang dapat dijelaskan antara lain sebagai berikut :
a.
Pencapaian
Sasaran Pertama : Pengembangan produk pelayanan kesehatan yang
tersedia.
Sasaran ini dimaksudkan untuk memenuhi ketersediaan
pemenuhan kebutuhan pelayanan kesehatan RS kepada masyarakat. , Indikator
kinerja dari sasaran ini pada tahun 2012 adalah
Terpenuhinya
sarana prasarana penunjang pelayanan kesehatan.
Pada tahun 2012 dilaksanakan kegiatan pengadaan alat
kesehatan sejumlah 22 unit dan 1 set. Kegiatan pengadaan dilaksanakan pada
triwulan III dan IV tahun 2012 dengan capaian kinerja 100% sesuai rencana. Biaya yang muncul dari kegiatan tersebut
dibebankan pada Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Kesehatan Tahun 2012 dan APBD
Kab. Bandung melalui RBA Tahun Anggaran 2012 sebagai dana pendamping. Sedangkan
untuk pemenuhan kebutuhan pelayanan administratif RS maka pada tahun 2012
dilaksanakan kegiatan pengadaan perlengkapan kantor sebanyak 13 jenis barang
dan dilaksanakan pada Triwulan IV tahun 2012. Tingkat capaian kinerja kedua
kegiatan diatas adalah 100%.
b. Sasaran Strategis Kedua : Tercapainya Target Kinerja
pelayanan Kesehatan RS.
Tujuan dari sasaran strategis ini adalah capaian tingkat
kinerja pelayanan kesehatan RSUD Soreang pada kurun waktu satu tahun dengan
indikator kinerja yaitu :
1)
Tercapainya
Target Pendapatan Fungsional
Realisasi pendapatan di RSUD Soreang periode 1 Januari
2012 sampai dengan 31 Desember 2012 adalah sebesar Rp.27.735.174.683 terdiri
dari: pendapatan retribusi pelayanan kesehatan sebesar Rp.27.546.963.761,
kerjasama dengan koperasi sebesar Rp.40.000.000 dan jasa giro BLUD baik yang
berasal dari bendahara penerimaan maupun bendahara pengeluaran Rp.148.210.922.
Realisasi pendapatan mencapai 120,59% diatas target yang dianggarkan sebesar
Rp.23.000.000.000. Realisasi pendapatan tersebut telah dilaporkan ke DPPK, tapi
tidak disetorkan ke Kas Daerah karena merupakan pendapatan BLUD yang digunakan
untuk belanja operasional RSUD Soreang dan
terdiri dari:
2)
Terlayaninya
pasien sesuai SPM
Dalam rangka menjamin akses dan mutu pelayanan kesehatan
kepada masyarakat secara merata di bidang penyelenggaraan urusan rumah sakit
yang bersifat sederhana, konkrit, mudah diukur, terbuka, terjangkau dan dapat
dipertanggungjawabkan serta mempunyai batas waktu pencapaian sesuai dengan
kebutuhan, prioritas dan kemampuan keuangan maka ditetapkanlah Standar Pelayanan Minimal Badan Layanan Umum
Daerah (BLUD) RSUD Soreang Kabupaten Bandung melalui Peraturan Bupati No 44
tahun 2009 tentang Standar Pelayanan Minimal BLUD RSUD Soreang Kabupaten
Bandung.
Maksud ditetapkannya Standar Pelayanan Minimal (SPM)
bidang rumah sakit adalah guna memberikan pelayanan atau kegiatan minimal yang
harus dilakukan rumah sakit sebagai tolok ukur kinerja dalam menentukan capaian
jenis dan mutu pelayanan kesehatan rujukan di RSUD Soreang Kabupaten Bandung.
Capaian Kinerja pelayanan kesehatan RSUD Soreang pada tahun 2012 sesuai SPM
tersebut adalah sebagai berikut .
Tabel 3.3. Target dan
Realisasi Kinerja pelayanan RSUD Soreang TA. 2012 sesuai
SPM
No
|
Jenis
layanan
|
Indikator
|
Standar
|
Target
|
Realisasi
|
%
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
1
|
IGD
|
1.
Kemampuan menangani life saving anak dan dewasa
|
100 %
|
100 %
|
100 %
|
100%
|
2.
Jam buka Pelayanan Gawat Darurat
|
24 jam
|
24 Jam
|
24 Jam
|
100%
|
||
3.
Pemberian pelayanan kegawatdaruratan yang bersetifikat ATLS / BTLS / ACLS
/ PPGD
|
100 %
|
90 %
|
100 %
|
100%
|
||
4.
Ketersediaan tim penanggulangan bencana
|
Satu tim
|
Satu tim
|
Satu tim
|
100%
|
||
5.
Waktu tanggap pelayanan Dokter di gawat darurat
|
≤ 5 menit
terlayani, setelah pasien datang
|
≤ 5 menit
terlayani, setelah pasien datang
|
+ 3 menit terlayani,
setelah pasien datang
|
100%
|
||
6.
Kematian pasien ≤ 24 jam
|
< 2 per seribu (pindah ke pelayanan rawat
inap setelah 8 jam)
|
< 3 per seribu (pindah ke pelayanan rawat
inap setelah 8 jam)
|
........................
|
|||
7.
Tidak adanya pasien yang diharuskan membayar uang muka
|
100 %
|
100 %
|
100 %
|
|||
2
|
Rawat Jalan
|
1.
Dokter pemberi Pelayanan di Poliklinik Spesialis
|
100 % Dokter
Spesialis
|
95 % Dokter
Spesialis
|
100 % Dokter
Spesialis
|
105,26%
|
2.
Ketersediaan Pelayanan
|
·
Klinik Anak
·
Klinik Penyakit Dalam
·
Klinik Kebidanan
·
Klinik Bedah
|
·
Anak
·
Penyakit Dalam
·
Kebidanan
·
Bedah
·
THT
·
Mata
·
Saraf
·
Gigi & Mulut
·
Kulit & Kelamin
·
DOTS
·
Orthopedi
·
Rehabilitasi medik
·
Jiwa
·
Jantung
·
Tumbuh & kembang
|
·
Anak
·
Penyakit Dalam
·
Kebidanan
·
Bedah
·
THT
·
Mata
·
Saraf
·
Gigi & Mulut
·
Kulit & Kelamin
·
DOTS
·
Rehabilitasi medik
·
Jiwa
|
80%
|
||
3.
Jam buka pelayanan
|
08.00 s/d 13.00 setiap hari kerja
kecuali jumat 08.00 s/d 11.00
|
08.00 s/d 13.00 setiap hari kerja
kecuali jumat 08.00 s/d 11.00
|
08.00 s/d 13.00 setiap hari kerja
kecuali jumat 08.00 s/d 11.00
|
100%
|
||
4.
Waktu tunggu di rawat jalan
|
< 60 menit
|
> 90 % waktu < 2 jam
|
< 60 menit
|
100%
|
||
5.
Jumlah
kunjungan
|
-
|
63.939 kunjungan
|
..................
|
|||
3
|
Rawat Inap
|
1.
Pemberi pelayanan di Rawat Inap
|
· dokter spesialis
· perawat min pendidikan D3
|
· dokter spesialis
· dokter umum
· perawat min.D3
|
· dokter spesialis
· dokter umum
· perawat min.D3
|
100%
|
2.
Ketersediaan pelayanan Rawat Inap
|
·
Anak
·
Penyakit Dalam
·
Kebidanan
·
Bedah
|
· Anak
· Penyakit Dalam
· Kebidanan
· Bedah
· Mata
· THT
· Saraf
· Kulit dan kelamin
· Orthopedi
· Jiwa
· Rehabilitasi medik
· Jantung
· Paru
|
· Anak
· Penyakit Dalam
· Kebidanan
· Bedah
· Mata
· THT
· Saraf
· Kulit dan kelamin
· Rehabilitasi medik
|
69,23%
|
||
3.
Jam Visite Dokter Spesialis
|
08.00 s/d 14.00
setiap hari kerja
|
08.00 s/d 14.00
setiap hari kerja
|
08.00 s/d 14.00
setiap hari kerja
|
100%
|
||
4.
Kejadian infeksi pasca operasi
|
≤ 1,5 %
|
≤ 1,5 %
|
≤ 1,5 %
|
100%
|
||
5.
Kejadian infeksi nosokomial
|
≤ 1,5 %
|
≤ 1,5 %
|
≤ 1,5 %
|
100%
|
||
6.
Kematian pasien >48 jam
|
≤ 0,24 %
|
≤ 0,24 %
|
≤ 0,24 %
|
100%
|
||
7.
Kejadian pulang paksa
|
< 5 %
|
< 25 %
|
…….
|
.........%
|
||
8.
Bed
Occupancy Rate (BOR)
|
60-85%
|
60-85%
|
…….
|
.........%
|
||
9.
Length
of Stay (LOS)
|
6-9
hari
|
6-9
hari
|
…….
|
.........%
|
||
10.
Turn
over internal (TOI)
|
1-3
hari
|
1-3
hari
|
…….
|
.........%
|
||
11.
Neth
Death Rate (NDR)
|
<
25 / 1000
|
<
25 / 1000
|
…….
|
.........%
|
||
12.
Gross
Death Rate (GDR)
|
> 45 / 1000
|
> 45 / 1000
|
…….
|
.........%
|
||
13.
Bed
Turn Over (BTO)
|
40 – 50 kali
|
40 – 50 kali
|
…….
|
.........%
|
||
14.
Hari
Rawat Inap
|
-
|
51679
hari
|
…….
|
.........%
|
||
4
|
Bedah Sentral
|
1.
Waktu tunggu operasi elektif
|
≤ 2 hari
|
≤ 2 hari
|
≤ 2 hari
|
100%
|
2.
Kejadian kematian di meja operasi
|
≤ 1 %
|
≤ 1 %
|
0
|
100%
|
||
3.
Tidak ada kejadian operasi salah sisi
|
100 %
|
100 %
|
100 %
|
100 %
|
||
4.
Tidak ada kejadian operasi salah orang
|
100 %
|
100 %
|
100 %
|
100 %
|
||
5.
Tidak ada kejadian salah tindakan pada operasi
|
100 %
|
100 %
|
100 %
|
100 %
|
||
6.
Tidak ada kejadian tertinggalnya benda asing pada tubuh pasien setelah
operasi
|
100 %
|
100 %
|
100 %
|
100 %
|
||
7.
Komplikasi anesthesi karena overdosis, reaksi anestesi & salah penempatan endotracheal tube
|
< 6 %
|
< 6 %
|
< 6 %
|
100 %
|
||
5
|
Persalinan dan
perinatologi
|
1.
Kejadian kematian ibu karena persalinan
|
a.
Pendarahan ≤ 1 %
b.
Pre-eksampsia ≤ 30%
c.
Sepsis ≤ 0,2 %
|
a.
Pendarahan ≤ 1 %
b.
Pre-eksampsia ≤ 30%
c.
Sepsis ≤ 0,2 %
|
a.
Pendarahan ≤ 1 %
b.
Pre-eksampsia ≤ 30%
c.
Sepsis ≤ 0,2 %
|
100%
|
2.
Pemberian pelayanan persalinan normal
|
Dokter Sp.OG,
Dokter umum
terlatih (asuhan persalinan normal),
Bidan
|
Dokter Sp.OG,
Dokter umum
terlatih (asuhan persalinan normal),
Bidan
|
Dokter Sp.OG,
Dokter umum
terlatih (asuhan persalinan normal),
Bidan
|
100%
|
||
3.
Pemberian pelayanan persalinan dengan penyulit (dokter Sp.OG)
|
Tim PONEK yang
terlatih
|
Tim PONEK yang terlatih
|
Tim PONEK yang
terlatih
|
100%
|
||
4.
Pemberian pelayanan persalinan dengan tindakan operasi
|
Dokter Sp.OG, .Dokter Sp.A,
Dokter Sp.An
|
Dokter Sp.OG, .Dokter Sp.A,
Dokter Sp.An
|
Dokter Sp.OG, .Dokter Sp.A,
Dokter Sp.An
|
100%
|
||
5.
Kemampuan menangani BBLR <1500gr - 2500gr
|
100 %
|
> 90 %
|
100 %
|
110 %
|
||
6.
Pertolongan Persalinan melalui seksio cesaria
|
≤ 20 %
|
≤ 20 %
|
……… %
|
……….. %
|
||
6
|
Intensif
|
1.
Rata-rata Pasien yang kembali ke perawatan intensif dengan kasus yang
sama < 72 jam
|
< 3 %
|
< 3 %
|
0 %
|
100
%
|
2.
Pemberian pelayanan Unit intensif
|
a. dr Sp. An dan dr spesialis sesuai dengan
kasus yang ditangani
b. 100% perawat min D3 dengan sertifikat
perawat mahir ICU
|
a.
dr Sp. An dan dr spesialis sesuai dengan kasus yang ditangani
b.
50 % perawat min D3 dengan sertifikat perawat mahir ICU
|
a.
dr Sp. An dan dr spesialis sesuai dengan kasus yang ditangani
b.
33,33 % perawat min D3 dengan sertifikat
perawat mahir ICU
|
a.
100%
b.
33,3 %
|
||
7
|
Radiologi
|
1.
Waktu tunggu hasil pelayanan
thorax foto
|
< 3 jam
|
< 3 jam
|
< 3 jam
|
100%
|
2.
Pelaksana ekspertisi
|
Dokter Sp.Rad
|
Dokter Sp.Rad
|
Dokter Sp.Rad
|
100%
|
||
3.
Kejadian kegagalan pelayanan Rontgen karena kerusakan foto
|
Kerusakan poto ≤ 2
%
|
Kerusakan poto ≤ 2
%
|
Kerusakan poto ≤ 2
%
|
100%
|
||
8
|
Lab. Patologi
Klinik
|
1.
Waktu tunggu hasil pelayanan Lab.
|
≤140 menit kimia
darah & darah rutin
|
≤140 menit kimia
darah & darah rutin
|
≤140 menit kimia
darah & darah rutin
|
100%
|
2.
Pelaksanaan ekstertisi (Dokter Sp.PK)
|
Dokter Sp.PK
|
Dokter Sp.PK
|
Dokter Sp.PK
|
100%
|
||
3.
Tidak adanya kesalahan pemberian hasil pemeriksaan laboratorium
|
100 %
|
100 %
|
100 %
|
100 %
|
||
10
|
Farmasi
|
1.
Waktu
tunggu pelayanan :
a.
Obat
jadi
|
≤30 menit
|
≤30 menit
|
≤30 menit
|
100 %
|
b.
Obat
racikan
|
≤60 menit
|
≤60 menit
|
≤60 menit
|
100 %
|
||
2.
Tidak
adanya kejadian kesalahan pemberian obat
|
100%
|
100%
|
100%
|
100%
|
||
3.
Penulisan
resep sesuai formularium
|
100 %
|
95 %
|
95 %
|
100 %
|
||
11
|
Gizi
|
1.
Ketepatan waktu pemberian makanan
kepada pasien
|
≥ 90 %
|
≥ 90 %
|
≥ 90 %
|
100 %
|
2.
Sisa makanan yg tidak termakan pasien
|
≤ 20 %
|
≤ 20 %
|
≤ 20 %
|
100 %
|
||
3.
Tidak ada kesalahan pemberian diet
|
100 %
|
100 %
|
100 %
|
100 %
|
||
12
|
Tranfusi Darah
|
1.
Kebutuhan darah tranfusi
|
100 % terpenuhi
|
100 % terpenuhi
|
100 % terpenuhi
|
100 %
|
2.
Kejadian Reaksi transfusi
|
≤ 0,01 %
|
≤ 0,01 %
|
0 %
|
100%
|
||
13
|
Pelayanan Gakin
|
Pelayanan terhadap
pasien GAKIN yang datang ke RS pada setiap unit pelayanan
|
100% terlayani
|
100% terlayani
|
100% terlayani
|
100%
|
14
|
Rekam Medik
|
1.
Kelengkapan pengisian rekam medik
48 jam setelah selesai pelayanan
|
100 %
|
80 %
|
100 %
|
120 %
|
2.
Kelengkapan Informed Concent setelah mendapat informasi yang jelas
|
100 %
|
100 %
|
100 %
|
100 %
|
||
3.
Waktu penyediaan dokumen rekam medik pelayanan rawat jalan
|
≤ 10 menit
|
≤ 10 menit
|
≤ 10 menit
|
100 %
|
||
4.
Waktu penyelesaian dokumen rekam medik pelayanan rawat inap
|
≤ 15 menit
|
≤ 15 menit
|
≤ 15 menit
|
100 %
|
||
15
|
Pengolahan Limbah
|
1.
Baku
mutu limbah cair sesuai standar :
|
a.
BOD
< 30 mg/I
b.
COD
< 80 mg/I
c.
TSS
< 30 mg/I
d.
PH
6-9
|
a.
BOD
< 30 mg/I
b.
COD
< 80 mg/I
c.
TSS
< 30 mg/I
d.
PH
6-9
|
a.
20,90
mg/l
b.
36,96
mg/l
c.
14
mg/l
d.
6,83
|
a.
100%
b.
100%
c.
100%
d.
100%
|
2.
Pengelolaan
limbah padat infeksius sesuai dengan aturan
|
100 %
|
> 95 %
|
100 %
|
105 %
|
||
17
|
Ambulance / kereta jenazah
|
1.
Waktu pelayanan ambulance / kereta Jenazah
|
24 jam
|
24 jam
|
24 jam
|
100%
|
2.
Kecepatan memberikan pelayanan ambulance / Kereta Jenazah di RS
|
≤ 30 menit
|
≤ 30 menit
|
≤ 15 menit
|
150%
|
||
3.
Response time pelayanan ambulance oleh masyarakat yang membutuhkan
|
Sesuai ketentuan
daerah
|
Sesuai ketentuan
daerah
|
Sesuai ketentuan
daerah
|
100%
|
||
18
|
Pemulasaran Jenazah
|
Response time pelayanan pemulasaraan jenazah
|
< 2 jam
|
< 2 jam
|
< 2 jam
|
< 2 jam
|
19
|
Pelayanan
pemeliharaan sarana rumah sakit
|
1.
Ketepatan waktu menanggapi kerusakan alat
|
< 80 %
|
< 80 %
|
< 80 %
|
100 %
|
2.
Ketepatan waktu pemeliharaan alat
|
100 %
|
> 80 %
|
> 90 %
|
110 %
|
||
3.
Peralatan Lab.dan alat ukur digunakan dalam pelayanan
terkalibrasi tepat waktu sesuai dengan ketentuan kalibrasi
|
100 %
|
> 80 %
|
> 80 %
|
100 %
|
||
20
|
Pelayanan laundry
|
1.
Tidak adanya kejadian linen yang hilang
|
100 %
|
100 %
|
100 %
|
100 %
|
2.
Ketepatan waktu penyediaan linen untuk ruang rawat inap
|
100 %
|
100 %
|
100 %
|
100 %
|
Sumber Data : LAKIP Tahun 2012 RSUD Soreang
c. Sasaran Strategis Ketiga : Pengembangan kualitas dan
kuantitas pelayanan”
Tujuan dari
sasaran strategis ini adalah untuk meningkatkan kompetensi SDM di RSUD Soreang,
sehingga dalam tugas dan fungsinya memberikan pelayanan kesehatan kepada
masyarakat diharapkan dapat sesuai dengan standar pelayanan kesehatan rumah
sakit. Dari target indikator kinerja tahun 2012 sebesar >20% SDM RSUD
Soreang mengikuti berbagai kegiatan peningkatan kompetensi seperti seminar,
pelatihan dan bimbingan teknis, tercapai realisasi sebesar 34,37% atau dengan
kata lain dari jumlah seluruh SDM RSUD Soreang sebanyak 416 orang, yang
mengikuti berbagai kegiatan seminar, pelatihan dan bimbingan teknis terkait
dengan tupoksi masing-masing adalah sejumlah 143 orang. Capaian kinerja dari
sasaran strategis ini adalah 171,87%.
d. Sasaran Strategis Keempat : Peningkatan sarana dan
prasarana penunjang pelayanan.
Indikator kinerja sasaran strategis ini pada tahun 2012
adalah % capaian penetapan lahan untuk relokasi RS.
Pada akhir triwulan IV tahun 2012,
Bupati Bandung menetapkan lahan untuk relokasi RSUD Soreang dengan menerbitkan
Keputusan Bupati Bandung No. 591.4/Kep.568-Pert/2012 tanggal 28 Desember 2012
tentang Persetujuan Penetapan Lokasi Pembangunan RSUD Soreang yang Terletak di
Desa Cingcin Kecamatan Soreang Kabupaten Bandung Seluas + 42.000 M2 Atas Nama Pemerintah
Kabupaten Bandung CQ RSUD Soreang.
Dengan telah diterbitkannya Keputusan Bupati Bandung
diatas maka tingkat capaian kinerja dari sasaran strategis ini pada tahun 2012
adalah 100%.
B.
Gambaran Keadaan
Yang Diinginkan
1. Tujuan dan Sasaran
a. Tujuan
1)
Mewujudkan sarana pelayanan kesehatan yang memenuhi kebutuhan
semua lapisan masyarakat;
2)
Meningkatnya mutu pelayanan rumah sakit.
b. Sasaran
1) Tersedianya sarana pelayanan kesehatan yang diminati oleh
berbagai tingkat ekonomi;
2)
Tersedianya
sumber daya manusia yang profesional;
3)
Terbangunnya sistem manajemen yang mantap;
4)
Terwujudnya lingkungan rumah sakit yang bersih dan nyaman;
5)
Terwujudnya
pelayanan kesehatan paripurna;
Dari beberapa sasaran tersebut diatas yang menjadi
sasaran prioritas adalah sasaran nomor 1
: Tersedianya sarana pelayanan kesehatan
yang diminati oleh berbagai tingkat ekonomi;
Adapun upaya pelayanan yang dapat dilakukan adalah :
1)
Memberikan
pelayanan kesehatan yang diminati oleh masyarakat ekonomi menengah keatas,
menengah, dan menengah ke bawah / gakin.
2)
Meningkatkan mutu Sumber Daya Manusia.
3)
Meningkatkan
kualitas manajemen Rumah Sakit
4) Meningkatkan
kebersihan dan kenyamanan Rumah Sakit.
5) Meningkatkan
pelayanan pasien, baik sisi kepuasan maupun kecepatan penyembuhan pasien.
c. Keadaan
Yang Diinginkan
Dalam rangka
mewujudkan perbaikan kinerja RSUD Soreang sebagaimana yang diharapkan, pada tataran
implementasinya dilakukan melalui tujuan-tujuan, sasaran-sasaran, dan strategi
yang direncanakan dengan cermat sehingga akan memberikan arahan yang jelas
kepada setiap anggota organisasi untuk dapat mencapai kinerja pelayanan
kesehatan secara efisien dan efektif.
Indikator Kinerja Rumah Sakit Umum Daerah Soreang
Kabupaten Bandung yang diharapkan sampai dengan tahun 2014 sebagai berikut :
Tabel 3.4
Tujuan dan Sasaran Jangka Menengah
Pelayanan RSUD Soreang
NO
|
TUJUAN
|
SASARAN
|
INDIKATOR SASARAN
|
Target Kinerja Sasaran 2014
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
1
|
Meningkat-kan kemampuan
pelayanan kesehatan rujukan
|
Pengem-bangan
produk pelaya-nan
|
· Jumlah alat kesehatan
baru di unit kesehatan
· Jumlah sarana prasarana yang terpelihara
· Jumlah penamba-han unit layanan
|
20 unit
100%
-
|
Penca-paian
kinerja pelaya-nan
|
· Pendapatan (Rp)
· % capaian SPM
|
24.000.000.000
100%
|
||
Pengem-bangan kualitas pelayanan
|
· % SDM yang melak-sanakan seminar/
pelatihan/ bimtek
· Kegiatan peningkatan kualitas RS
|
> 20%
Kegiatan
pengem-bangan RS tipe B tahap II
|
||
2
|
Meningkat-kan aksesibilitas masyarakat terhadap pelayanan
kesehatan rujukan yang berkualitas
|
Pening-katan sarana prasarana
penunjang pelayanan
|
Pencapaian
kinerja persiapan relokasi
|
Terlaksananya
pembangunan fisik RS di lahan relokasi tahap I
|
Sumber Data : LAKIP Tahun 2012 RSUD Soreang
Biaya untuk USG di rs soreang brapa ?
BalasHapusMau cek kista pake USG ..
Mohon bantuannya..