PENGEMBANGAN KEPEMIMPINAN TRANSFORMATIF DALAM
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA WISATA PADA BIDANG PARIWISATA DINAS PEMUDA OLAHRAGA DAN PARIWISATA
KABUPATEN BANDUNG
Disusun Oleh Kelompok 3
KETUA : dr. TEGUH ROHADI, SH
SEKRETARIS : MIFTAHUL BARIROH, S.Pt
PENYAJI : Drs. BAHARI, M.Si
MODERATOR : ARIFANI SA’ADAH, SH, MM
DOKUMENTASI:
AGUNG HIDAYANTO, S.Sos, MM , HASYIM TRI JOKO, SE,
M.Si.
TIM
PERUMUS
Drs. SUPARNO
Drs. ING RAMTO
UMI LESTARI,N, S.Sos, M.Si
SONY SONTANI, SH
ADEFAJAR WIRADIDJATI, ST
UMI LIMANINGSIH, SH
drh. SIH DALMAJI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Industri pariwisata (termasuk
didalamnya kebudayaan) merupakan salah satu industri terbesar dan merupakan
sektor jasa dengan tingkat pertumbuhan paling pesat di dunia saat ini. Bersama
dengan industri teknologi dan informasi, industri pariwisata diperkirakan
menjadi prime mover perekonomian abad 21. Hal tersebut dibuat kuat dengan adanya prediksi
WTO (World Tourism Organization) yang melontarkan estimasi optimistik
dalam WTO’s Tourism 2020 Vision. WTO memperkirakan jumlah kunjungan
wisatawan internasional di seluruh dunia akan mencapai 1.006,4 kita pada tahun 2010 dan 1.561,1 juta pada tahun
2020. Dari jumlah tersebut 1,18 milyar merupakan kunjungan intraregional dan
sisanya sebanyak 377 juta merupakan long haul.
Pariwisata sebagai salah satu
sektor telah mengambil peran penting dalam pembangunan perekonomian
bangsa-bangsa di dunia, dan khususnya dalam
dua dekade terakhir dimana tingkat kesejahteraan ekonomi bangsa-bangsa di dunia
semakin membaik dan maju. Kemajuan dan kesejahteraan yang makin tinggi telah
menjadikan pariwisata sebagai bagian pokok dari kebutuhan atau gaya hidup
manusia, dan menggerakkan jutaan manusia untuk mengenal alam dan budaya ke
belahan atau kawasan-kawasan dunia lainnya. Pergerakan jutaan manusia selanjutnya menggerakan mata rantai
ekonomi yang saling kait mengkait menjadi industri jasa yang memberikan kontribusi bagi perekonomian
dunia, perekonomian bangsa-bangsa hingga peningkatan kesejahteraan ekonomi di
tingkat masyarakat lokal.
Sejalan dengan
dinamika, gerak perkembangan
pariwisata merambah dalam berbagai
terminologi seperti, sustainable tourism development, village
tourism, ecotourism, merupakan
pendekatan pengembangan kepariwisataan yang berupaya untuk menjamin agar
wisata dapat dilaksanakan di daerah tujuan wisata bukan perkotaan. Salah satu
pendekatan pengembangan wisata alternatif adalah desa wisata untuk
pembangunan pedesaan yang
berkelanjutan dalam bidang pariwisata.
Kemasan desa
wisata diwujudkan dalam gaya
hidup dan kualitas
hidup masyarakatnya. Keaslian
juga dipengaruhi keadaan ekonomi,
fisik dan sosial
daerah pedesaan tersebut, misalnya
ruang, warisan budaya,
kegiatan pertanian,
bentangan alam, jasa,
pariwisata sejarah dan
budaya, serta pengalaman yang
unik dan eksotis khas
daerah. Dengan demikian,
model desa wisata
harus terus dan
secara kreatif mengembangkan
identitas atau ciri khas daerah.
Kemasan
penting lainnya dalam
upaya pengembangan desa wisata yang berkelanjutan yaitu keterlibatan atau partisipasi
masyarakat setempat, pengembangan mutu
produk wisata pedesaan, pembinaan
kelompok pengusaha setempat. Keaslian
akan memberikan manfaat bersaing bagi produk wisata pedesaan.
Unsur-unsur keaslian produk
wisata yang utama
adalah kualitas asli, keorisinalan, keunikan,
ciri khas daerah dan
kebanggaan daerah diwujudkan dalam
gaya hidup dan kualitas hidup masyarakatnya secara
khusus berkaitan dengan perilaku, integritas,
keramahan dan kesungguhan penduduk
yang tinggal dan berkembang menjadi milik masyarakat desa tersebut.
Prinsip pengembangan desa wisata adalah
sebagai salah satu produk wisata
alternatif yang dapat memberikan dorongan bagi pembangunan pedesaan
yang berkelanjutan serta
memiliki prinsip-prinsip
pengelolaan antara lain, ialah: (1) memanfaatkan sarana dan prasarana masyarakat
setempat, (2) menguntungkan
masyarakat setempat, (3) berskala
kecil untuk memudahkan
terjalinnya hubungan timbal balik dengan masyarakat setempat, (4) melibatkan masyarakat setempat,
(5) menerapkan pengembangan
produk wisata pedesaan, dan
beberapa kriteria yang
mendasarinya seperti antara lain:
1.
Penyediaan fasilitas
dan prasarana yang
dimiliki masyarakat lokal yang
biasanya mendorong peran
serta masyarakat dan menjamin
adanya akses ke
sumber fisik merupakan
batu loncatan untuk berkembangnya desa wisata.
2.
Mendorong peningkatan
pendapatan dari sektor
pertanian dan kegiatan ekonomi
tradisional lainnya.
3.
Penduduk
setempat memiliki peranan yang efektif dalam proses pembuatan keputusan tentang
bentuk pariwisata yang memanfaatkan kawasan lingkungan dan penduduk setempat
memperoleh pembagian pendapatan
yang pantas dari
kegiatan pariwisata.
4.
Mendorong perkembangan
kewirausahaan masyarakat
setempat.
Pembangunan kepariwisataan di
Kabupaten Bandung dikelola oleh Dinas Pemuda, Olahraga dan Pariwisata, yang
berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Bandung Nomor 21 Tahun 2007 mempunyai
tugas pokok melaksanakan kewenangan daerah melalui bidang Pemuda, Olahraga, dan
Pariwisata. Dinas Pemuda, Olahraga, dan
Pariwisata Kabupaten Bandung merupakan unsur pelaksana di bidang Pemuda,
Olahraga, dan Pariwisata di Kabupaten Bandung yang dipimpin oleh seorang Kepala
Dinas yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Bupati melalui
Sekretaris Daerah.
Pembangunan kepariwisataan khususnya desa
wisata di Kabupaten Bandung dengan mendasarkan pada perencanaan yang
komprehensif berbasis pentahapan dan skala prioritas. Penyusunan program pengembangan
yang dilakukan secara berkala amat bermanfaat mengingat dari waktu ke waktu
permasalahan kepariwisataan selalu mengalami pergeseran. Dengan adanya
penyusunan program tersebut, akan dilakukan tindakan antisipatif terhadap tren
atau kecenderungan perkembangan pariwisata di tingkat nasional maupun
internasional. Demikian pula dengan adanya program yang jelas dan terarah akan
dapat dilakukan antisipasi terhadap pengembangan potensi yang dimiliki dan
penanganan permasalahan yang muncul.
Dalam melaksanakan pembangunan
kepariwisataan Dinas Pemuda, Olahraga, dan Pariwisata Kabupaten Bandung
mempunyai potensi berupa obyek wisata yang ada di Kabupaten Bandung. Obyek
wisata di Kabupaten Bandung menurut catatan ada sekitar 31 buah obyek wisata dan
10 diantaranya merupakan desa wisata yang potensial. Namun karena adanya
keterbatasan dalam pengelolaan,
baru beberapa obyek wisata yang dapat ditawarkan kepada wisatawan. Obyek daya
tarik wisata tersebut antara lain, Situ Cileunca, Palayangan rafting, si Jalak
Harupat, Sindulang, Kawah Putih, Cimanggu, Situ Patengan, Kawah Cibuni, K.A.R.
Bosscha. Ranca Upas, Walini, Gunung Puntang,Cibolang, Kawah Kamojang dan 10
Desa Wisata (Desa Alam Endah, Rawabogo, Lebak Muncang, Panundaan, Mekarsari,
Lamajang, Jelekong, Laksana, Ciburial dan Cinunuk).
Hambatan yang sering dihadapi oleh
Dinas Pemuda, Olahraga, dan Pariwisata
Kabupaten Bandung dalam pengelolaan kepariwisataan di Kabupaten Bandung antara
lain : Kurang optimalnya pembangunan Sarana dan prasarana di Obyek Daya Tarik Wisata (ODTW) desa wisata, Belum
optimalnya pemberdayaan masyarakat di desa wisata, Lemahnya penyelenggaraan kerjasama dengan
usaha jasa pariwisata.
Untuk menganalisa yang hambatan yang ada dalam penulisan Kertas Kerja Observasi
Lapangan ini akan membahas dari hambatan yang terjadi pada Dinas Pemuda,
Olahraga, dan Pariwisata Kabupaten
Bandung.
Berdasarkan dari latar belakang yang
dipadukan dengan tema tersebut, maka Kertas Kerja Observasi Lapangan ini
mengambil judul : PENGEMBANGAN KEPEMIMPINAN
TRANSFORMATIF DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA WISATA PADA BIDANG PARIWISATA DINAS PEMUDA,
OLAHRAGA DAN PARIWISATA KABUPATEN BANDUNG.
B. Isu
Aktual
Desa wisata merupakan salah satu produk wisata alternatif
yang dapat memberikan dorongan bagi pembangunan
pedesaan yang berkelanjutan
serta memiliki prinsip-prinsip pengelolaan antara lain,
ialah: (1) memanfaatkan sarana dan prasarana
masyarakat setempat, (2)
menguntungkan masyarakat
setempat, (3) berskala
kecil untuk memudahkan
terjalinnya hubungan timbal balik dengan masyarakat setempat, (4) melibatkan masyarakat setempat,
(5) menerapkan pengembangan
produk wisata pedesaan.
Dengan menggunakan Teori analysis USG
maka Isu aktual atas realisasi pelaksanaan tugas yang ada pada Bidang Pariwisata Dinas
Pemuda, Olahraga dan Pariwisata Kabupaten Bandung terkait dengan kepariwisataan
adalah :
- Belum Optimalnya pembangunan sarana dan prasarana di Obyek Daya Tarik Wisata (ODTW) Desa Wisata
Sarana dan
prasarana di obyek wisata merupakan daya tarik tersendiri dalam meningkatkan
kunjungan, untuk itu diperlukan sarana
prasarana yang baik, nyaman dan dapat dinikmati oleh wisatawan. Sarana
prasarana yang dibutuhkan antara lain tempat pertemuan, Home Stay dan Toilet.
Pembangunan sarana dan prasarana di Desa Wisata masih mengandalkan anggaran
dari pemerintah,sementara alokasi anggaran untuk kegiatan tersebut sangat
terbatas.
- Belum optimalnya pemberdayaan masyarakat di desa wisata .
Untuk
meningkatkan Desa Wisata diperlukan pemberdayaan masyarakat sekitar Obyek Wisata
sehingga masyarakat ikut berperan dalam pengembangan Desa Wisata, selama ini
dalam rangka pemberdayaan masyarakat di desa wisata belum optimal. Hal ini
karena belum adanya rasa memiliki dari
masyarakat di beberapa desa wisata. Kurangnya penyuluhan tentang arti dan
pentingnya desa wisata guna peningkatan ekonomi masyarakat sekitar, berdampak
masyarakat kurang berperan dalam pengelolaan obyek wisata yang ada di sekitar
desa tersebut.
- Lemahnya penyelenggaraan kerjasama dengan usaha jasa pariwisata
Dalam rangka
pengembangan desa wisata diperlukan kerjasama dengan stakeholder terkait bukan hanya dilaksanakan oleh satu pihak,
Kerjasama yang bisa dilakukan antara
lain dengan pihak swasta, PHRI, BUMN
baik dalam pengembangan maupun pengelolaan obyek wisata..
Dari
tiga isu aktual tersebut, untuk menentukan isu aktual prioritas dilakukan
dengan membandingkan tingkat urgensi, keseriusan dan perkembangan isu,
menggunakan matriks USG (Urgency,
Seriousness, Growth), dengan cara memberikan skor untuk masing-masing
aspek.
Penjelasan
mengenai kriteria USG dan skala penentuan skor adalah sebagai berikut.
- Urgency
Menilai
seberapa mendesak isu tersebut, dikaitkan dengan waktu yang tersedia, dan seberapa keras tekanan waktu tersebut
untuk memecahkan masalah yang menyebabkan isu tadi.
- Seriousness
Seberapa serius
isu tersebut, dikaitkan dengan akibat yang
terjadi dengan penundaan pemecahan masalah yang menimbulkan isu tadi. Lebih
konkret dijelaskan cara mengetahui tingkat keseriusan suatu masalah adalah
dengan melihat bahwa dalam keadaan yang sama, suatu masalah yang dapat
menimbulkan masalah lain memiliki tingkat keseriusan lebih tinggi dibandingkan
dengan masalah lain yang berdiri sendiri.
- Growth
Seberapa besar
isu akan berkembang dikaitkan dengan kemungkinan masalah penyebab isu akan
semakin memburuk apabila tidak ditangani.
Pemberian
skor tiap isu aktual berdasarkan kriteria USG menggunakan angka dengan skala
1-5, dengan penjelasan sebagai berikut:
- Nilai 5 untuk isu yang tingkatan USG-nya sangat besar:
- Nilai 4 untuk isu yang tingkatan USG-nya besar;
- Nilai 3 untuk isu yang tingkatan USG-nya cukup;
- Nilai 2 untuk isu yang tingkatan USG-nya kecil;
- Nilai 1 untuk isu yang tingkatan USG-nya sangat kecil.
Hasil
analisis USG untuk ketiga isu aktual terkait dengan penyelenggaraan tugas dan
fungsi Bidang Pariwisata Dinas Pemuda, Olahraga dan Pariwisata Kabupaten
Bandung Provinsi Jawa Barat dapat dilihat pada Tablel 1
Tabel 1.1.
MATRIK USG (URGENCY, SERIOUSNESS, GROWTH)
No.
|
Isu Aktual
|
U
|
S
|
G
|
Total
|
Ket
|
1.
|
Belum
optimalnya pembangunan sarana dan prasarana di Obyek Daya Tarik Wisata (ODTW) Desa Wisata
|
4
|
3
|
4
|
11
|
II
|
2.
|
Belum optimalnya pemberdayaan
masyarakat di desa wisata
|
5
|
5
|
5
|
15
|
I
|
3.
|
Lemahnya
penyelenggaraan kerjasama dengan usaha jasa pariwisata
|
3
|
4
|
3
|
10
|
III
|
Sumber : Hasil Analisa Kelompok, 2013
Dari ketiga isu aktual tersebut diatas, yang merupakan
isu aktual prioritas adalah no. 2 yaitu : Belum
optimalnya pemberdayaan masyarakat di desa wisata
C. Lingkup
Bahasan
Sejalan dengan tugas pokok dan fungsi Bidang Pariwisata pada Dinas Pemuda, Olahraga dan
Pariwisata Kabupaten Bandung dalam menjalankan kewenangannya, pokok pembahasan
pada Kertas Kerja Observasi Lapangan ini adalah pemberdayaan masyarakat di desa
wisata.
Guna terbangunnya
persamaan persepsi dalam memaknai istilah-istilah maka beberapa istilah yang
perlu diberikan batasan pengertian adalah :
1.
Kepemimpinan adalah “proses mempengaruhi aktivitas-aktivitas
sebuah kelompok yang diorganisasi kearah
pencapaian tujuan.” (Rauch & Behling, 1984, hlm. 46).
2.
Kepemimpinan transformasional
adalah proses dimana pemimpin dan pengikutnya merangsang diri satu sama lain
bagi penciptaan level tinggi moralitas dan motivasi yang dikaitkan dengan tugas
pokok dan fungsi bersama mereka (dalam Jeriko Siahaan, 2008).
3.
Pemberdayaan adalah bahwa agar
seseorang bisa berdaya perlu ada pembagian atau pemberian kekuatan dari
lingkungannya. (Payne,1997:266)
4.
Masyarakat
adalah suatu organisasi manusia yang saling berhubungan satu sama lain. (Mc
Iver)
5.
Pariwisata adalah
perpindahan orang untuk
sementara dan dalam
jangka waktu pendek ke
tujuan-tujuan diluar tempat
dimana biasanya hidup dan bekerja
dan kegiatan-kegiatan mereka
selama tinggal di
tempat-tempat tujuan itu. (A.J Burkart dan S.Medik, 1987)
6.
Desa wisata adalah suatu bentuk integrasi antara atraksi,
akomodasi dan fasilitas pendukung yang disajikan dalam suatu struktur kehidupan
masyarakat yang menyatu dengan tata cara dan tradisi yang berlaku. (Nuryanti,
Wiendu. 1993)
Adapun
lingkup bahasan pada Laporan Kertas Kerja Kelompok ini sebagai berikut :
1.
Lingkup Wilayah
Organisasi yang menjadi lokus Kelompok III adalah Dinas Pemuda, Olahraga dan Pariwisata
Kabupaten Bandung.
2.
Lingkup Aspek
Obyek yang menjadi tujuan lokus adalah Bidang Pariwisata Dinas
Pemuda, Olahraga dan Pariwisata Kabupaten Bandung.
3.
Lingkup Substansi
Urgensi dalam analisis Kertas Kerja Observasi Lapangan adalah pemberdayaan masyarakat desa
wisata pada Bidang Pariwisata Dinas Pemuda, Olahraga Dan Pariwisata Kabupaten Bandung.
BAB II
TEORI
KONSEP DAN PRINSIP
A. Kepemimpinan
Transformatif
Yukl, Gary, dalam bukunya “Kepemimpinan
Dalam Organisasi (leadership in
organizations 3e) menuliskan beberapa definisi kepemimpinan dari beberapa
ahli antara lain Kepemimpinan adalah “proses mempengaruhi aktivitas-aktivitas
sebuah kelompok yang diorganisasi kearah
pencapaian tujuan.” (Rauch & Behling, 1984, hlm. 46).
Kapur (1994), mengemukakan pengertian kepemimpinan
sebagai berikut : “kepemimpinan adalah suatu proses untuk mempengaruhi
orang-orang lain dalam kelompok agar bertindak untuk mencapai tujuan bersama”.
Howard H.Hoyt dalam Kartono (1983;49)
mengemukakan bahwa Kepemimpinan adalah seni untuk mempengaruhi tingkah laku
manusia dalam memiliki kemampuan untuk membimbing. Kemudian menurut George
R.Terry dalam Kartono (1983 ;15) menyatakan bahwa yang dimaksud “kepemimpinan
adalah kegiatan mempengaruhi orang-orang agar mereka suka berusaha mencapai
tujuan-tujuan kelompok”.
|
Penulis memberikan definisi kepemimpinan
adalah proses pengelolaan fungsi-fungsi
manajemen yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan atau
aktivitas dan pengawasan serta pengendalian untuk mengarahkan dan mengendalikan
orang lain (bawahan/pengikut) dalam rangka mencapai tujuan-tujuan bersama agar
lebih efisien dan efektif.
Sedangkan kepemimpinan
transformasional, Burns adalah orang
yang pertama kali menggagas tipe kepemimpinan transformasional. Menurutnya
kepemimpinan transformasional sebagai “a
process in which leaders and followers reise one another to higher levels of
morality and motivations”. kepemimpinan transformasional adalah proses
dimana pemimpin dan pengikutnya merangsang diri satu sama lain bagi penciptaan
level tinggi moralitas dan motivasi yang dikaitkan dengan tugas pokok dan fungsi
bersama mereka (dalam Jeriko Siahaan, 2008).
Menurut Jach Welah sebagaimana dikutip
Sule dkk ( 2005:274) kepemimpinan transformasional adalah kepemimpinan yang
dimiliki pemimpin dan manajer dimana kemampuannya bersifat tidak umum dan
diterjemahkan melalui kemampuannya untuk merealisasikan misi, mendorong para
anggota untuk melakukan pembelajaran, serta mampu memberikan inspirasi kepada
bawahan mengenai berbagai hal yang perlu diketahui dan dikerjakan. Menurutnya
kepemimpinan semacam ini pada dasarnya kemampuan untuk beradaptasi dengan
perubahan, sehingga esensi kepemimpinan transformasional adalah kemampuan
seseorang pemimpin untuk membawahi orang lain dan organisasi untuk mampu beradaptasi terhadap perubahan
untuk kesuksesan dimasa yang akan datang.
Sementara menurut Sorros dan
Burtchasky (dalam Harsiwi, 2003:19)
menyebutkan kepemimpinan transformasional sebagai model kepemimpinan penerobos.
Disebutkan penerobos karena tipe kepemimpinan ini memiliki kemampuan untuk membawa
perubahan-perubahan yang besar bagi individu-individu dalam organisasi, melalui proses penciptaan
inovasi, meninjau kembali struktur, proses nilai-nilai organisasi lebih baik
dan relevan, dengan cara menantang bagi semua pihak yang terlibat dan mencoba
merealisasikan tujuan-tujuan organisasi yang selama ini menganggap tidak
mungkin dilakukan.
Selanjutnya menurut Burns menyebutkan
terdapat dua gaya kepemimpinan yaitu transaksional dan transformasional,
merupakan dua ujung dari satu kontinum, saling melengkapi dan tidak saling
meniadakan. Kepemimpinan transformasional merupakan pendekatan yang dimaksudkan
untuk mempengaruhi bawahan tidak hanya menggunakan alasan logis tetapi juga
emosi.
Bass dalam Tri Heru (1990), membedakan
karakteristik kepemimpinan transaksional dengan kepemimpinan transformasional
sebagai berikut :
Karakteristik
Kepemimpinan Transaksional, (1) Contingent reward: kontrak pertukaran penghargaan untuk usaha,
penghargaan yang dijanjikan untuk kinerja yang baik, mengakui pencapaian. (2). Active manajement by exception : melihat
dan mencari penyimpangan dari aturan atau standard, mengambil tindakan
perbaikan. (3). Leissez-faire:
melepaskan tanggung-jawab, menghindari pengambilan keputusan.
Karakteristik
Kepemimpinan Transformasional, (1). Charisma : memberikan visi dan misi yang
masuk akal, menimbulkan kebanggaan, menimbulkan rasa hormat dan percaya. (2). Inspiration : mengkomunikasikan harapan
yang tinggi, menggunakan simbol untuk memfokuskan upaya, mengekspresikan tujuan
penting dengan cara yang sederhana. (3). Individualized
consideration : memberikan perhatian pribadi, melakukan pelatihan dan
konsultasi kepada setiap bawahan secara individual.
Dalam
pemberdayaan desa wisata sangat diperlukan seorang pemimpin yang memahami tugas
dan pekerjaannya yaitu pelaksanaan fungsi-fungsi managemen yang saling
tergantung dan tidak dapat dipisah-pisahkan, menurut Harold Koontz dan Cyrill
O’Donnel, fungsi-fungsi manajemen sebagai berikut : (1) Perencanaan (planning) : merumuskan sasaran yang akan
datang dan langkah-langkah untuk mencapainya; (2) Pengaturan (organizing) : mengelompokan kegiatan,
penugasan, dan wewenang yang diperlukan untuk pelaksanaan kegiatan; (3)
Penyusunan staf (staffing) :
menentukan kebutuhan sumber daya manusia, rekruitmen, seleksi, pelatihan dan
pengembangan sumber daya manusia; (4) Pengarahan (leading) : mengarahkan dan menempatkan sumber daya manusia menuju
pencapaian sasaran; (5) Pengendalian (controlling)
: mengukur kinerja terhadap sasaran, menentukan penyebab penyimpangan dan
melakukan tindakan koreksi apabila diperlukan.
B. Pemberdayaan
Menurut Payne (1997:266) pengertian pemberdayaan
adalah bahwa agar seseorang bisa berdaya perlu ada pembagian atau pemberian
kekuatan dari lingkungannya. Artinya saling membagi kekuatan (power sharing) dari seseorang atau sekelompok orang kepada orang
lain yang tidak berdaya sehingga mereka mempunyai kemampuan yang setara. Dalam
perspektif pekerjaan sosial, pengertian pemberdayaan ini dapat diartikan
sebagai peningkatan kemampuan dan rasa tidak percaya diri seseorang agar ia
dapat melaksanakan tugas dan fungsinya secara wajar tanpa dihalangi oleh
kesenjangan terhadap lingkungannya.
Adi (2008) mengatakan bahwa pemberdayaan di segala
bidang dapat dipadukan. Hambatan yang sering muncul adalah sulitnya untuk mensinergikan
berbagai pemberdayaan dalam suatu program yang terpadu. Pengembangan masyarakat
secara terpadu dapat digambarkan sebagai serangkaian kegiatan pemberdayaan yang
dilakukan secara sistematis dan melengkapi.
Pemberdayaan bukanlah program yang dapat
dilaksanakan dalam jangka waktu singkat atau bersifat temporer. Pemberdayaan
harus dilaksanakan secara berkesinambungan, terus menerus komprehensif dan
simultan sampai ambang batas tercapainya keseimbangan yang dinamis antara
pemerintah, swasta dan masyarakat.
Pemberdayaan sosial-budaya, bertujuan meningkatkan
kemampuan sumber daya manusia melalui human investment guna meningkatkan nilai manusia dan perilaku yang
adil terhadap manusia.
Ismawan (Dalam Parjono), mengemukakan lima
strategis pengembangan dalam pemberdayaan masyarakat yaitu :
1. Program pengembangan sumber daya manusia;
2. Program pengembangan kelembagaan lokal;
3. Program pengembangan modal swasta;
4. Program pengembangan usaha produktif;
5. Program pengembangan informasi tepat guna;
Pemberdayaan
merupakan suatu proses yang pada hakikatnya bertujuan untuk “terwujudnya
perubahan” diperlukan sikap dan perilaku kemandirian, motivasi dan memiliki
ketrampilan dalam mencapai tujuan bersama untuk kesejahteraan.
Pendampingan
sosial sangat menentukan keberhasilan program pemberdayaan masyarakat. Pendamping
mencakup 4 peran :
1.
Fasilitator;
2.
Pendidik;
3.
Perwakilan
masyarakat;
4.
Peran-peran
teknis mengacu pada aplikasi ketrampilan yang bersifat praktis.
Keberhasilan
pemberdayaan masyarakat dapat dilihat dari keberdayaan mereka yang menyangkut
kemampuan ekonomi, kemampuan mengakses manfaat kesejahteraan dan kemampuan
kultural serta politis. Misal bagi pekerja sosial di lapangan
pemberdayaan, dapat
dilakukan melalui pendampingan sosial :
1.
Motivasi
Masyarakat
perlu didorong untuk membentuk kelompok yang merupakan mekanisme kelembagaan
dan melaksanakan kegiatan peningkatan pendapatan dengan menggunakan kemampuan
mereka sendiri.
2.
Peningkatan
kesadaran dan kemampuan
Peningkatan
kesadaran dan kemampuan dapat dicapai melalui ketrampilan dan keahlian bisa
dikembangkan melalui cara-cara partisipatif.
3.
Manajemen
Diri
Kelompok harus
mampu memilih pemimpin, mengatur, kegiatan, melaksanakan pertemuan, melakukan
pencatatan, pelaporan dll.
4.
Mobilisasi
Sumber
Metode untuk
menghimpun sumber-sumber melalui hubungan dengan tujuan menciptakan modal
sosial.
5.
Pembangunan
dan pengembangan jaringan
Jaringan ini
sangat penting dalam penyediaan dan pengembangan berbagai akses terhadap sumber
dan kesempatan bagi peningkatan keberdayaan masyarakat miskin.
C. Masyarakat
Masyarakat adalah
suatu organisasi manusia yang saling berhubungan satu sama lain. Mc Iver pakar
sosiologi politik pernah mengatakan: ”Manusia adalah makhluk yang dijerat oleh jaring-jaring
yang dirajutnya sendiri”. Jaring-jaring itu adalah kebudayaan. Mc Iver ingin
mengatakan bahwa kebudayaan adalah sesuatu yang diciptakan oleh masyarakat
(socially constructed) tetapi pada gilirannya merupakan suatu kekuatan yang
mengatur bahkan memaksa manusia untuk melakukan tindakan dengan “pola
tertentu”. Kebudayaan bahkan bukan hanya merupakan kekuatan dari luar diri
manusia tetapi bisa tertanam dalam kepribadian individu (internalized). Dengan demikian kebudayaan merupakan kekuatan
pembentuk pola sikap dan perilaku manusia dari luar dan dari dalam. Unsur
paling sentral dalam suatu kebudayaan adalah nilai-nilai (values) yang merupakan suatu konsepsi tentang apa yang benar atau
salah (nilai moral), baik atau buruk (nilai etika) serta indah atau jelek
(nilai estetika). Dari sistem nilai inilah kemudian tumbuh norma yang merupakan
patokan atau rambu-rambu yang mengatur perilaku manusia di dalam masyarakat.
D. Pengembangan
Pariwisata
Perencanaan
dan pengembangan pariwisata merupakan suatu proses yang dinamis dan
berkelanjutan menuju ketataran nilai yang lebih tinggi dengan cara melakukan
penyesuaian dan koreksi berdasar pada hasil
monitoring dan evaluasi serta umpan balik implementasi rencana
sebelumnya yang merupakan dasar kebijaksanaan dan merupakan misi yang harus
dikembangkan. Perencanaan dan pengembangan pariwisata bukanlah sistem yang berdiri sendiri,
melainkan terkait erat dengan sistem perencanaan pembangunan yang lain secara
inter sektoral dan inter regional. Perencanaan pariwisata haruslah di
dasarkan pada kondisi
dan daya dukung dengan maksud
menciptakan interaksi jangka panjang yang saling menguntungkan diantara pencapaian
tujuan pembangunan pariwisata,
peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat, dan berkelanjutan daya
dukung lingkungan di
masa mendatang (Fandeli, 1995). Indonesia sebagai negara
yang sedang berkembang dalam
tahap pembangunannya, berusaha membangun industri pariwisata sebagai
salah satu cara untuk mencapai neraca perdagangan luar negeri yang
berimbang. Pengembangan kepariwisataan saat ini tidak hanya untuk menambah
devisa negara maupun pendapatan pemerintah daerah. Akan tetapi juga diharapkan
dapat memperluas kesempatan berusaha disamping memberikan lapangan pekerjaan
baru untuk mengurangi pengangguran. Pariwisata dapat menaikkan taraf hidup
masyarakat yang tinggal di kawasan tujuan wisata tersebut melalui keuntungan secara ekonomi. Dengan
mengembangkan fasilitas yang mendukung dan menyediakan fasilitas rekreasi,
wisatawan dan penduduk setempat saling
diuntungkan. Pengembangan daerah wisata
hendaknya memperlihatkan tingkatnya
budaya, sejarah dan
ekonomi dari tujuan wisata.
1.
Pengertian Pariwisata
Industri pariwisata
saat ini merupakan
usaha jasa yang
kemajuannya sangat pesat dan
telah menjadi salah
satu sektor penghasil
devisa yang sangat potensial diantara
sektor-sektor lainnya, Kegiatan
sektor pariwisata telah berkembang pesat
selaras dengan perkembangan-perkembangan yang
telah ada baik dari
segi kehidupan sosial,
ekonomi, tingkat pendidikan,
serta alat dengan apa bagi sektor-sektor yang lain untuk
menggali dan memanfaatkan potensi yang ada,
dikarenakan sifat dari
pariwisata yang multyplier
effect. Salah satunya
di bidang resort, resort ini
merupakan salah satu
aspek dalam kepariwisataan yang didalamnya terdapat
akomodasi berupa hotel
yang berfungsi sebagai
tempat menginap tamu.
Menurut A.J Burkart dan S.Medik (1987)
Pariwisata adalah perpindahan
orang untuk sementara
dan dalam jangka waktu
pendek ke tujuan-tujuan
diluar tempat dimana biasanya hidup
dan bekerja dan kegiatan-kegiatan mereka
selama tinggal di
tempat-tempat tujuan itu.
Menurut Prof.
Salah Wahab dalam
Oka A Yoeti
(1994, 116). Pariwisata adalah suatu
aktivitas manusia yang
dilakukan secara sadar yang
mendapat pelayanan secara bergantian
diantara orang-orang dari
daerah lain untuk sementara waktu
mencari kepuasaan yang
beraneka ragam dan
berbeda dengan apa yang
dialaminya, dimana ia memperoleh pekerjaan tetap.
Sedangkan Pengertian Wisatawan
Menurut UN. Convention
Concering Customs Faclities For
Touring (1954) Wisatawan adalah setiap orang yang datang disebuah negara
karena alasan yang sah kecuali
untuk bermigrasi dan
yang tinggal
setidak-tidaknya 24 jam selama-lamanya 6 bulan dalam tahun yang
sama.
Herman
V. Schulard (1910)
memberikan batasan pariwisata sebagai berikut :
“Tourism
is the
sum of operations,
mainly of an economic nature,
which the directly to the entry, stay and movement of foreigner insaid country,
city or region”
Batasan yang lebih bersifat teknis
diberikan oleh Prof. Hunzieker dan Prof. K. Krapf adalah: “Tourism
is the
totally relationship a
phenomena arising from the
travel and stay
of strangers (Ortsfremde) Provide
the stay does
not imply the establishment of a permanent resident.”
Oka
A Yoeti (2008),
pariwisata diperdebatkan, karena menghasilkan
produk barang dan jasa
yang dibutuhkan wisatawan, dengan faktor-faktor :
a. Penyediaan jasa pariwisata
(tourist supply) berlaku dalam
hukum ekonomi dan
tidak terlepas dari kebutuhan
permintaan (demand) dan
penawaran (supply).
b. Pariwisata
sebagai labor intensive karena menyangkut rekruitmen
banyak tenaga kerja, namun
berkategori capital intensive karena untuk
membangun sarana dan infrastruktur fisik membutuhkan modal
yang besar.
Secara
umum, pariwisata memiliki keuntungan buat
negara dan masyarakat, karena:
a. Sumber
penghasilan devisa yang
akan meningkatkan pendapatan negara;
b. Penyediaan lapangan kerja
yang cenderung permanen;
c. Mengembangkan
kesempatan dalam berbisnis pariwisata
dan kegiatan pendukungnya;
d. Mempercepat pemerataan pendapatan;
e. Mempercepat
pembangunan perwilayahan di
daerah.
Dampak positif sebagai berikut:
a. Mempercepat
pertumbuhan wilayah disekitar
lokasi Obyek dan
Daya Tarik Wisata (ODTW)
dan klaster-klaster yang dibentuk.
b. Menumbuhkan
produk lokal yakni:
makanan, minuman, hasil
bumi, hasil tambang, kerajinan
tangan, industri kecil, dll.
c. Memperkenalkan
produk lokal Kota Bandung ke kancah global.
d. Meningkatkan
penghasilan asli daerah
(PAD dari retribusi dan pajak-pajak).
e. Merekrut tenaga lokal.
f. Meningkatkan pendapatan masyarakat.
2. Jenis-jenis Pariwisata
Seseorang
yang melakukan perjalanan wisata ke suatu daerah biasanya karena ingin sekedar
untuk refreshing dan sekedar untuk berjalan-jalan. Selain itu, ada juga yang melakukan
perjalanan wisata karena ada urusan bisnis kesuatu daerah. Ada berbagai jenis
pariwisata yang dikelompokkan
berdasarkan tujuan atau motif seseorang atau kelompok yang melakukan
perjalanan wisata. Berikut jenis-jenis Pariwisata menurut Spillane (1987)
:
a.
Pariwisata untuk Menikmati Perjalanan (Pleasure Tourism)
Jenis
pariwisata ini dilakukan oleh orang-orang yang meninggalkan tempat tinggalnya
untuk berlibur, untuk mencari udara segar yang baru, untuk memenuhi kehendak keingin
tahunya, untuk mengendorkan ketegangan sarafnya, untuk melihat sesuatu yang
baru, untuk menikmati keindahan alam, atau bahkan untuk mendapatkan ketenangan
dan kedamaian di daerah luar kota.
b.
Pariwisata untuk Rekreasi (Recreation Tourism)
Jenis
pariwisata ini dilakukan oleh orang-orang yang menghendaki pemanfaatan
hari-hari liburnya untuk beristirahat, untuk memulihkan kembali kesegaran jasmani
dan rohaninya, yang ingin menyegarkan keletihan dan kelelahannya.
c.
Pariwisata untuk Kebudayaan (Cultural Tourism)
Jenis
pariwisata ini dilakukan karena adanya keinginan untuk mempelajari adat
istiadat, kelembagaan, dan cara hidup rakyat daerah lain, selain itu untuk
mengunjungi monumen bersejarah,
peninggalan
peradaban
masa lalu, pusat-pusat kesenian, pusat-pusat keagamaan, atau untuk ikut serta
dalam festival-festival seni musik, teater, tarian rakyat, dan lain-lain.
d.
Pariwisata untuk Olahraga (Sports Tourism)
Jenis ini
dapat dibagi dalam dua kategori :
1)
Big Sports Event,
pariwisata yang dilakukan karena adanya perist iwa -peristiwa olahraga besar
seperti Olympiade Games, World Cup , dan
lain -lain.
2)
Sporting Tourism
of the Practitioner , yaitu pariwisata olahraga bagi mereka yang ingin
berlatih dan mempraktekan sendiri, seperti pendakian gunung, olahraga naik
kuda, dan lain-lain.
e.
Pariwisata untuk Urusan Usaha Dagang (Business Tourism)
Perjalanan
usaha ini adalah bentuk professional travel atau perjalanan
karena
ada kaitannya dengan pekerjaan atau jabatan yang tidak memberikan kepada pelakunya baik pilihan daerah tujuan
maupun pilihan waktu perjalanan.
f.
Pariwisata untuk Berkonvensi (Convention Tourism)
Konvensi
sering dihadiri oleh ratusan dan bahkan ribuan peserta yang biasanya tinggal
beberapa hari di kota atau negara penyelenggara.
E. Desa Wisata
Desa
wisata adalah
suatu bentuk integrasi antara atraksi,
akomodasi dan fasilitas pendukung yang disajikan dalam suatu struktur kehidupan
masyarakat yang menyatu dengan tata cara dan tradisi yang berlaku. ( Nuryanti,
Wiendu. 1993).
1. Komponen Utama Desa Wisata
Terdapat dua
konsep yang utama dalam komponen desa wisata :
a.
Akomodasi :
sebagian dari tempat tinggal para penduduk setempat dan atau unit-unit yang
berkembang atas konsep tempat tinggal penduduk.
b.
Atraksi : seluruh
kehidupan keseharian penduduk setempat beserta setting fisik lokasi desa yang
memungkinkan berintegrasinya wisatawan sebagai partisipasi aktif seperti :
kursus tari, bahasa
dan lain-lain yang spesifik.
Sedangkan Edward Inskeep, dalam Tourism Planning An Integrated and
Sustainable Development Approach, hal. 166 memberikan definisi : Village Tourism, where small groups of
tourist stay in or near traditional, often remote villages and learn about
village life and the local environment. Inskeep : Wisata pedesaan
dimana sekelompok kecil wisatawan tinggal dalam atau dekat dengan suasana
tradisional, sering di desa-desa yang terpencil dan belajar tentang kehidupan
pedesaan dan lingkungan setempat.
2. Pengembangan Desa Wisata
Pengembangan dari desa
wisata harus direncanakan secara hati-hati agar dampak yang timbul dapat dikontrol.
Berdasar dari penelitian dan studi-studi dari UNDP/WTO dan beberapa konsultan
Indonesia, dicapai dua pendekatan dalam menyusun rangka kerja/konsep kerja dari
pengembangan sebuah desa menjadi desa wisata.
a. Pendekatan
Pasar untuk Pengembangan Desa Wisata
1) Interaksi
tidak langsung
Model
pengembangan didekati dengan cara bahwa desa mendapat manfaat tanpa interaksi
langsung dengan wisatawan. Bentuk kegiatan yang terjadi misalnya : penulisan buku-buku
tentang desa yang berkembang, kehidupan desa, seni dan budaya lokal, arsitektur
tradisional, latar belakang sejarah, pembuatan kartu pos dan sebagainya.
2) Interaksi
setengah langsung
Bentuk-bentuk
one day trip yang dilakukan oleh
wisatawan, kegiatan-kegiatan meliputi makan dan berkegiatan bersama penduduk
dan kemudian wisatawan dapat kembali ke tempat akomodasinya. Prinsip model tipe
ini adalah bahwa wisatawan hanya singgah dan tidak tinggal bersama dengan
penduduk.
3) Interaksi
Langsung
Wisatawan
dimungkinkan untuk tinggal/bermalam dalam akomodasi yang dimiliki oleh desa
tersebut. Dampak yang terjadi dapat dikontrol dengan berbagai pertimbangan
yaitu daya dukung dan potensi masyarakat setempat. Alternatif lain dari model
ini adalah penggabungan dari model pertama dan kedua. (UNDP and WTO. 1981.
Tourism Development Plan for Nusa Tenggara,
Indonesia. Madrid: World Tourism Organization. Hal. 69)
b. Kriteria
Desa Wisata
Pada pendekatan ini
diperlukan beberapa kriteria yaitu :
1)
Atraksi
wisata; yaitu semua yang mencakup alam, budaya dan
hasil ciptaan manusia.
Atraksi yang dipilih adalah yang paling menarik dan atraktif di desa.
2)
Jarak
Tempuh; adalah jarak tempuh dari kawasan wisata terutama tempat tinggal
wisatawan dan juga jarak tempuh dari ibukota
provinsi
dan jarak dari ibukota kabupaten.
3)
Besaran
Desa;
menyangkut masalah-masalah jumlah rumah, jumlah penduduk, karakteristik dan luas
wilayah
desa. Kriteria ini berkaitan dengan daya dukung kepariwisataan pada suatu desa.
4)
Sistem
Kepercayaan dan kemasyarakatan; merupakan
aspek penting mengingat adanya aturan-aturan yang khusus pada komunitas sebuah
desa. Perlu dipertimbangkan adalah agama yang menjadi mayoritas dan sistem kemasyarakatan yang
ada.
5)
Ketersediaan
infrastruktur;
meliputi fasilitas dan pelayanan transportasi, fasilitas listrik, air bersih,
drainase, telepon dan sebagainya.
Masing-masing kriteria digunakan untuk
melihat karakteristik utama suatu desa untuk kemudian menentukan apakah suatu desa
akan menjadi desa dengan tipe berhenti sejenak, tipe one day trip atau
tipe tinggal inap.
c. Pendekatan
Fisik Pengembangan Desa Wisata
Pendekatan ini
merupakan solusi yang umum dalam mengembangkan sebuah desa melalui sektor
pariwisata dengan menggunakan standar-standar khusus dalam mengontrol
perkembangan dan menerapkan aktivitas konservasi.
1)
Mengonservasi
sejumlah rumah yang memiliki nilai budaya dan arsitektur yang tinggi dan
mengubah fungsi rumah tinggal menjadi sebuah museum desa untuk menghasilkan
biaya untuk perawatan dari rumah tersebut. Contoh pendekatan dari tipe
pengembangan model ini adalah Desa Wisata di Koanara, Flores. Desa wisata yang
terletak di daerah wisata Gunung Kelimutu ini mempunyai aset wisata
budaya berupa rumah-rumah tinggal yang memiliki arsitektur yang khas. Dalam
rangka mengkonservasi dan mempertahankan rumah-rumah tersebut, penduduk desa
menempuh cara memuseumkan rumah tinggal penduduk yang masih ditinggali. Untuk
mewadahi kegiatan wisata di daerah tersebut dibangun juga sarana wisata untuk
wisatawan yang akan mendaki Gunung Kelimutu dengan fasilitas berstandar resort
minimum
dan kegiatan budaya lain.
2)
Mengonservasi
keseluruhan desa dan menyediakan lahan baru untuk menampung perkembangan
penduduk desa tersebut dan sekaligus mengembangkan lahan tersebut sebagai area
pariwisata dengan fasilitas-fasilitas wisata. Contoh pendekatan pengembangan
desa wisata jenis ini adalah Desa Wisata Sade, di Lombok.
3)
Mengembangkan
bentuk-bentuk akomodasi di dalam wilayah desa tersebut yang dioperasikan oleh
penduduk desa tersebut sebagai industri skala kecil. Contoh dari bentuk
pengembangan ini adalah Desa wisata Wolotopo di Flores. Aset
wisata di daerah ini sangat beragam antara lain : kerajinan tenun ikat,
tarian adat, rumah-rumah tradisional dan pemandangan ke arah laut. Wisata di
daerah ini dikembangkan dengan membangun sebuah perkampungan skala kecil di
dalam lingkungan Desa Wolotopo yang menghadap ke laut dengan atraksi-atraksi
budaya yang unik. Fasilitas-fasilitas wisata ini dikelola sendiri oleh penduduk
desa setempat. Fasilitas wisata berupa akomodasi bagi wisatawan, restaurant,
kolam renang, peragaan tenun ikat, plaza, kebun dan dermaga perahu boat.
3. Prinsip
dasar dari pengembangan desa wisata
a.
Pengembangan
fasilitas-fasilitas wisata dalam skala kecil beserta pelayanan di dalam atau
dekat dengan desa.
b.
Fasilitas-fasilitas
dan pelayanan tersebut dimiliki dan dikerjakan oleh penduduk desa, salah satu
bisa bekerja sama atau individu yang memiliki.
c.
Pengembangan
desa wisata didasarkan pada salah satu “sifat” budaya tradisional yang lekat
pada suatu desa atau “sifat” atraksi yang dekat dengan alam dengan pengembangan
desa sebagai pusat pelayanan bagi wisatawan yang mengunjungi kedua atraksi
tersebut.
BAB III
GAMBARAN
KEADAAN
A. Gambaran Keadaan Sekarang
1. Gambaran Umum
Wilayah Kabupaten Bandung
merupakan wilayah daratan tinggi dengan perbukitan dan pegunungan berada
pada ketinggian rata-rata 636 m di atas permukaan air laut, dengan suhu
berkisar antara 23o C-26o C dan luas wilayah mencapai
95.020.675 Ha, .
Batas Wilayah admininstrasi pemerintahan Kabupaten
Bandung adalah :
·
Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Bandung Barat,
Kota Bandung dan Kabupaten Sumedang
·
Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Sumedang dan
Garut ;
·
Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Garut dan
Cianjur
·
Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Bandung Barat,
Kota Bandung dan Kota Cimahi.
Posisi Kabupaten Bandung sangat strategis sebagai daerah
penyangga ibukota Provinsi Jawa Barat yang memberikan peluang dan kesempatan
untuk mengembangkan segala potensi yang dimiliki khususnya bidang pariwisata.
Kota Soreang merupakan ibukota Kabupaten Bandung yang berdampingan
dengan Kota Bandung, banyak memiliki potensi wisata yang dapat dikembangkan.
Menurut catatan ada sekitar 31
buah dengan zonasi potensi pariwisata :
1.
Wisata
Alam : Kawah putih, Ranca Upas, Air Panas Cimanggu, Air Panas Ciwalini, Kawah
Kamojang, Situ Cileunca, Cibolang, dan Kawah Cibuni.
2.
Wisata
Budaya : 10 desa wisata yaitu Wisata Pedesaan Alam Endah, Rawabogo, Lebak
Muncang, Panundaan, Mekarsari, Lamajang, Jelekong, Laksana, Ciburial, dan
Cinunuk.
3.
Wisata
Agro : Panorama alam perkebunan teh dan Perkebunan Strawberry.
Gambar 3.1.
PETA WISATA KABUPATEN BANDUNG
|
Desa wisata yang telah terbentuk di
Kabupaten Bandung sebanyak 10 (sepuluh) Desa Wisata dengan unggulan yang
berbeda, yaitu :
a.
Desa
Wisata Alam Endah : Aneka makanan olahan strawberry, handycraft, pertanian, perkebunan, dan kesenian Tarawangsa.
b.
Desa
Wisata Rawabogo : Seni budaya, handycraft,
kuliner tradisional, peternakan, pertanian, perkebunan, dan keseninan
cilempungan.
c.
Desa
Wisata Lebak Muncang : wisata edukasi home
stay melalui kegiatan berkebun, bertani, dan kesenian Bangkong reang.
d.
Desa
Wisata Panundaan : Wisata budaya, home
stay, handycraft, dan agrowisata stroberi,
dan kesenian Jaipong serta pencaksilat.
e.
Desa
Wisata Mekarsari : Pesona alam perkebunan teh dan sayuran, outbond, berkemah, ritual budaya huluwotan, dan keseninan angklung
buncis.
f.
Desa
Wisata Lamajang : wisata olah raga arung jeram, wisata budaya rumah adat
kabuyutan cikondang, handycraft, dan
kesenian rampak gendang.
g.
Desa
Wisata Jelekong : Handycraft, seni
budaya, seni lukis, dan kesenian wayang golek.
h.
Desa
Wisata Laksana : Geo wisata kawah Kamojang, Kamojang Power plan, Pertamina Power
Plan, Danau Ciharus, dan ketangkasan domba.
i.
Desa
Wisata Ciburial : kebudayaan sunda jaman dahulu (Buhun).
j.
Desa
Wisata Cinunuk : Seni budaya dan wisata alam Curug Sindulang
2. Gambaran Umum Dinas Pemuda,
Olahraga, dan Pariwisata Kabupaten Bandung
Berdasarkan Peraturan Bupati Bandung Nomor
5 Tahun 2008, tentang Rincian Tugas,
Fungsi, dan Tata kerja Dinas Daerah Kabupaten Bandung, Dinas Pemuda, Olahraga, dan Pariwisata Kabupatan Bandung adalah :
a.
Dinas
Pemuda, Olahraga, dan Pariwisata Kabupaten Bandung merupakan unsur pelaksana otonomi daerah;
b.
Dinas
Pemuda, Olahraga, dan Pariwisata Kabupaten Bandung dipimpin oleh seorang Kepala Dinas
yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Bupati Bandung melalui Sekretariat Daerah
Dinas Pemuda, Olahraga, dan
Pariwisata Kabupaten Bandung
mempunyai tugas pokok memimpin, merumuskan, mengatur, membina, mengendalika,
mengkoordinasikan, dan mempertanggungjawabkan kebijakan teknis pelaksanaan
urusan pemerintahan daerah berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan di
bidang pemuda dan olahraga serta sebagian bidang kebudayaan dan pariwisata. Untuk melaksanakan tugas
pokok sebagaimana dimaksud, Dinas Pemuda, Olahraga, dan Pariwisata Kabupaten Bandung mempunyai fungsi :
a.
Perumusan kebijakan teknis sesuai dengan lingkup tugasnya;
b.
Penyelenggaraan
urusan Pemerintahan dan Pelayanan Umum sesuai dengan lingkup tugasnya;
c.
Pembinaan
dan pelaksanaan sesuai dengan lingkup tugasnya;
d.
Pelaksanaan kegiatan lain yang diberikan
oleh Bupati sesuai dengan tugas dan fungsinya.
Dalam melaksanakan tugasnya Dinas Pemuda, Olahraga, dan Pariwisata Kabupaten Bandung didukung oleh sumber daya
manusia yang bervariatif baik dari segi pangkat dan golongan kepegawaian, jenis
pendidikan dan umur, yang satu sama lainnya saling mendukung. Adapun dari
tingkat pendidikan pegawai Dinas Pemuda, Olahraga, dan Pariwisata Kabupaten Bandung terdiri dari :
a.
S2 : 11 orang
b.
S1 : 32 orang
c.
Sarjana
Muda : 2 orang
d.
D2 : 1 orang
e.
SLTA : 19 orang
f.
SLTP : 3 orang
g.
SD : 6 orang
3. Visi Dan Misi
a. Visi
Visi Dinas Pemuda, Olahraga, dan
Pariwisata Kabupaten Bandung adalah
“Terwujudnya Masyarakat
Kabupaten Bandung yang Maju, Mandiri, dan Berdaya saing melalui Pembangunan
Pemuda, Olahraga, dan Pariwisata unggulan Tahun 2015”.
b. Misi
Dalam
rangka mewujudkan Visi Dinas Pemuda, Olahraga, dan Pariwisata Kabupaten Bandung, maka Misi yang ditetapkan
yaitu :
1.
Menggali potensi sumberdaya Pemuda, keolahragaan,
dan pariwisata;
2.
Memberdayakan aktifitas dan organisasi
kepemudaan yang mandiri;
3.
Mengembangkan prestasi olahraga yang unggul;
4.
Mengembangkan sistem Informasi Kepemudaan,
Olahraga, dan Pariwisata;
5.
Meningkatkan pemberdayaan masyarakat pelaku
jasa usaha pariwisata;
6.
Mengembangkan potensi Daya Tarik Wisata (DTW)
dan kemitraan pariwisata;
7.
Mendorong sektor swasta dalam partisipasi
pengembangan pemuda, olahraga dan pariwisata.
3. Struktur Organisasi
Berdasarkan
Peraturan Daerah Kabupaten Bandung Nomor
20 Tahun 2007 tentang Pembentukan Dinas Daerah Kabupaten Bandung.
Dinas
Pemuda, Olahraga, dan Pariwisata Kabupaten Bandung mempunyai susunan organisas sebagai berikut.
a. Kepala Dinas;
b. Sekretaris
1. Sub Bagian Umum dan Kepegawaian;
2. Sub
Bagian Penyusunan Program;
3. Sub
Bagian Keuangan.
c. Bidang Pemuda terdiri dari :
1.
Seksi Pembinaan Organisasi Kepemudaan;
2.
Seksi Fasilitasi Aktifitas Organisasi;
3.
Seksi Pendidikan dan Pelatihan Kepemudaan.
d. Bidang Olahraga terdiri dari :
1.
Seksi Peningkatan Profesionalisme SDM Olahraga;
2.
Seksi Pembinaan dan Pengembangan Keolahragaan;
3.
Seksi Pengembangan dan Peningkatan Prasarana dan sarana
Olahraga.
e. Bidang Sistem Informasi dan Kerjasama Keolahragaan terdiri dari :
1. Seksi Pengembangan Sistem dan Teknologi;
2. Seksi Kerjasama Keolahragaan;
3. Seksi
Sarana dan Prasarana.
f. Bidang Pariwisata, terdiri dari :
1. Seksi Pelayanan Pariwisata;
2. Seksi Sarana Wisata;
3. Seksi
Kerjasama dan Pengembangan Kepariwisataan.
Gambar 3.2.
BAGAN STRUKTUR ORGANISASI DINAS PEMUDA,
OLAHRAGA DAN PARIWISATA
KABUPATEN BANDUNG
|
4. BIDANG
PARIWISATA.
a. Tugas
Pokok dan Fungsi.
Berdasarkan
Peraturan Bupati Bandung Nomor 5 Tahun
2008, tentang Rincian Tugas, Fungsi, dan Tata kerja Dinas Daerah Kabupaten
Bandung, Dinas Pemuda, Olahraga, dan Pariwisata Kabupatan Bandung, Bidang Pariwisata mempunyai tugas pokok dan fungsi
sebagai berikut :
Tugas Pokok
Memimpin,
mengkoordinasikan dan mengendalikan tugas-tugas di bidang pengelolaan dan
pengembangan pariwisata yang meliputi pelayanan pariwisata, sarana wisata,
serta kerjasama dan pengembangan kepariwisataan.
Fungsi
Dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud Bidang
Pengembangan Pariwisata
menyelenggarakan fungsi :
1) Penetapan penyusunan rencana dan program kerja
pengelolaan dan pengembangan pariwisata;
2) Penetapan kebijakan RIPP;
3) Penetapan kebijakan pengembangan sistem informasi
pariwisata;
4) Penetapan kebijakan penerapan standarisasi bidang
pariwisata;
5) Penetapan kebijakan pedoman pengembangan destinasi
pariwisata;
6) Penetapan kebijakan dalam pembinaan usaha dan
penyelenggaraan usaha pariwisata;
7) Penetapan pedoman perencanaan pemasaran
kepariwisataan;
8) Penetapan dan pelaksanaan pedoman pertisipasi dan
penyelenggaraan pameran pariwisata;
9) Penetapan dan pelaksanaan pedoman dan pelaksanaan
widya wisata;
10) Penetapan dan pelaksanaan pedoman kerjasama pemasaraan
kepariwisataan;
11) Penetapan pelaksanaan kerjasama pengembangan destinasi
pariwisata;
12) Pelaksanaan monitoring dan evaluasi pengembangan
pariwisata;
13) Pelaporan pelaksanaan tugas pengelolaan dan
pengembangan pariwisata;
14) Evaluasi pelaksanaan tugas pengelolaan dan
pengembangan pariwisata;
15) Pelaksanaan tugas kedinasan lain sesuai bidang tugas
dan fungsinya.
16) Pelaksanaan koordinasi/kerjasama dan kemitraan dengan
unit kerja/instnasi/lembaga atau pihak ketiga di bidang pengelolaan dan
pengembangan pariwisata.
b. Sumber
Daya Manusia.
Pegawai Bidang Pariwisata berdasarkan tingkat pendidikan dan keahliannya, terdiri dari :
TABEL 3.1.
TINGKAT
PENDIDIKAN STAF BIDANG
No
|
Jabatan
|
Pendidikan
|
Jurusan
|
Jumlah
|
1
|
Kabid
|
S1
|
Ekonomi Akuntansi
|
1 Orang
|
2
|
Kasi
|
S1
|
Seni
|
1 Orang
|
S1
|
Administrasi Negara
|
1 Orang
|
||
S2
|
Manajemen
|
1 Orang
|
||
3
|
Staf
|
S1
|
Pariwisata
|
1 Orang
|
S1
|
Bahasa Inggris
|
1 orang
|
||
SLTA
|
2 Orang
|
|||
SLTP
|
1 Orang
|
|||
Jumlah
|
9 Orang
|
Sumber : Sumber : Dinas Pemuda,
Olahraga dan Pariwidata Kab. Bandung,
2013
b. Kepemimpinan
Kepala Bidang.
Saat ini Bidang Pariwisata dipimpin oleh seorang Kepala
Bidang berpendidikan S1 jurusan Ekonomi Akuntansi, dengan pengalaman
sebelumnya sebagai Kepala Bidang Perijinan
dan Kepala Bidang Pengendalian Investasi Badan Penanaman Modal . Namun demikian
Kepala Bidang mempunyai motivasi yang tinggi untuk belajar dan bekerja, serta
dapat menggerakan para Kepala Seksi dan Staf guna bekerjasama mencapai visi dan
misi Dinas.
5. Kinerja Saat ini
Kinerja saat ini yang ada pada Bidang Pariwisata Dinas Pemuda, Olah Raga,
dan Pariwisata Kabupaten Bandung sebagai berikut :
a. Tersusunnya
rencana dan program kerja pengelolaan dan pengembangan pariwisata yang
dijabarkan dalam Rencana Strategis Tahun 2011-2015 dan Rencana Kerja tahunan;
b. Tersusunnya
Kebijakan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata (RIPP) yang ditetapkan dengan
Peraturan Daerah Kabupaten Bandung Nomor 18 Tahun 2012 tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan
Daerah Tahun 2012-2017.
c. Pemasaran
kepariwisataan di Kabupaten Bandung melalui melalui beberapa kegiatan :
-
Pemilihan Duta Wisata
-
Menyelenggarakan Gebyar Wisata
-
Pembuatan leaflet Pesona Wisata Kabupaten
Bandung
-
Melaksanakan Road Show ke berbagai daerah
Namun demikian, kinerja yang dirasakan kurang optimal pada Bidang
Pariwisata adalah sebagai berikut :
a. Belum
optimalnya penetapan kebijakan penerapan standarisasi bidang pariwisata;
b. Belum
optimalnya kebijakan pedoman pengembangan destinasi pariwisata;
c. Kurang
optimalnya penetapan kebijakan dalam pembinaan usaha dan penyelenggaraan usaha
pariwisata;
d. Kurang
optimalnya penetapan pelaksanaan kerjasama pengembangan destinasi pariwisata;
e. Belum
optimalnya Pelaksanaan koordinasi/kerjasama
dan kemitraan dengan unit kerja/instnasi/lembaga atau pihak ketiga di bidang
pengelolaan dan pengembangan pariwisata.
B. Gambaran Keadaan yang Diinginkan
Gambaran keadaan yang diinginkan meliputi hal-hal sebagai
berikut :
1. Kinerja Yang
Diinginkan
Dari gambaran keadaan sekarang tersebut, Laporan Kelompok
Observasi Lapangan yang disusun diarahkan kepada adanya peningkatan kinerja
kepemimpinan dan manajerial pengembangan destinasi pariwisata khususnya pemberdayaan
masyarakat Desa Wisata sesuai dengan sasaran yang ditetapkan, antara lain :
a. Optimalisasi
penetapan kebijakan penerapan standarisasi bidang pariwisata;
b. Optimalisasi
kebijakan pedoman pengembangan destinasi pariwisata;
c. Optimalisasi
penetapan kebijakan dalam pembinaan usaha dan penyelenggaraan usaha pariwisata;
d. Optimalisasi
penetapan pelaksanaan kerjasama pengembangan destinasi pariwisata;
e. Optimalisasi
Pelaksanaan koordinasi/kerjasama dan kemitraan
dengan unit kerja/instansi/lembaga atau pihak ketiga di bidang pengelolaan dan
pengembangan pariwisata.
2. Kepemimpinan yang diharapkan
Didalam pengembangan pariwisata Kepala Bidang sebagai pimpinan diharapkan dapat membawa organisasi kearah
kemajuan yang lebih baik dengan
memotivasi para Kepala Seksi hingga para staf berkaitan dengan tugas dan
fungsi bersama dan menimbulkan kesadaran
untuk bekerja secara optimal dan mengedepankan pada aturan dan nilai-nilai
moral.
Kepala Bidang Pariwisata diharapkan dapat memberi contoh para staf baik didalam
kedisiplinan, loyalitas terhadap pekerjaan maupun didalam berperilaku sehingga
diharapkan dapat menumbuhkan rasa
percaya dan adanya kesetiaan dari para staf sehingga membuat mereka
termotivasi untuk melakukan tugas dan pekerjaannya lebih baik lagi. Kepemimpinan
yang diharapkan adalah pemimpin yang transformatif.
Kepala Bidang dituntut untuk dapat menggerakan masyarakat
dan usaha jasa dalam pengelolaan dan pengembangan destinasi pariwisata
khususnya Desa Wisata dan dapat memberikan inovasi-inovasi dalam pengembangan
destinasi pariwisata, sehingga dapat menggerakan semua sektor penunjang yang
pada akhirnya tercapai visi dinas.
3. Pelaksanaan Manajemen yang diinginkan.
Didalam
pencapaian tujuan dan pelaksanaan tugas Bidang Pariwisata sebagai sebuah
organisasi diharapkan menerapkan prinsip prinsip dasar manajamen dalam
pemberdayaan Desa Wisata, yaitu : (1) perencanaan : perencanaan yang
partisipatif sesuai dengan kemauan masyarakat, (2) pengorganisasian :
pengelolaan dilakukan oleh masyarakat itu sendiri yang difasilitasi oleh Bidang
Pariwisata, (3) pelaksanaan : pelaksanaan pengelolaan dan pembangunan
dilaksanakan oleh masyarakat dengan pembinaan dari Bidang Pariwisata, (4) pengawasan
: pengawasan dengan melibatkan unsur masyarakat dengan pendampingan dari Bidang
Pariwisata. Didalam pelaksanaannya diharapkan seluruh komponen unsur perencana
dan pelaksana konsisten sejak perencanaan sampai dengan pengawasan.
Keadaan yang diinginkan dan kondisi saat ini dapat
dilihat dalam tabel berikut :
TABEL. 3.2.
SASARAN DAN KONDISI
|
BAB IV
ANALISIS MASALAH DAN ALTERNATIF
PENYELESAIAN MASALAH
Dalam
upaya pengembangan kepemimpinan transformatif dalam rangka pemberdayaan masyarakat desa
wisata pada Bidang Pariwisata Dinas Pemuda,
Olahraga dan Pariwisata Kabupaten
Bandung dipandang perlu untuk dilakukan identifikasi masalah. Dalam
menganalisis masalah ada beberapa metode yang dapat digunakan, namun dalam penulisan
Kertas Kerja Kelompok ini menggunakan metode SWOT untuk menganalisis masalah
yang ada. Setelah ditentukan metode yang digunakan dalam mengidentifikasi
masalah maka dapat diketahui faktor-faktor internal maupun eksternal yang
menjadi kekuatan dan kelemahan. Selanjutnya agar lebih jelas permasalahannya maka
faktor internal dan eksternal perlu dianalisis untuk mengetahui mana yang
menjadi kekuatan dan mana yang menjadi kelemahan serta mana yang dapat
dijadikan peluang dan mana yang menjadi ancaman, guna menentukan kunci sukses
untuk dapat diberdayakan dan akan diperbaiki dalam pencapaian sasaran.
Masalah-masalah yang dimaksudkan dapat diidentifikasi
menjadi 2 faktor, yaitu: faktor internal yang berupa kekuatan (Strengths) dan
kelemahan (Weaknesses) serta faktor eksternal yang berupa peluang (Opportunities)
dan Ancaman (Threats). Untuk memperjelas maka dapat diuraikan sebagai berikut :
A. Analisis
Isu Aktual
- Faktor Internal
a. Kekuatan
1) Adanya
SDM Berkualitas Di Bidang.
Dalam
pemberdayaan masyarakat Desa Wisata dibutuhkan Sumber Daya Manusia
(SDM) yang berkualitas, jumlah SDM Dinas Pemuda, Olah Raga, Dan
Pariwisata Kabupaten Bandung saat ini 48 orang, sedangkan jumlah
staf pada Bidang Pariwisata sejumlah 9 (sembilan) orang dengan rincian sebagai berikut :
Tabel 4.1.
PEGAWAI BIDANG PARIWISATA MENURUT PENDIDIKAN
.No
|
Jabatan
|
Pendidikan
|
Jurusan
|
Jumlah
|
1
|
Kabid
|
S1
|
Ekonomi
|
1 Orang
|
2
|
Kasi
|
S1
|
Seni
|
1 Orang
|
S1
|
Admin
Negara
|
1 Orang
|
||
S2
|
Manajemen
|
1 Orang
|
||
3
|
Staf
|
S1
|
Pariwisata
|
1 Orang
|
S1
|
Inggris
|
1 Orang
|
||
SLTA
|
2 Orang
|
|||
SMP
|
1 Orang
|
|||
Jumlah
|
9 Orang
|
Sumber : Disporpar Kabupaten
Bandung, 2013
2) Adanya Perencanaan Pengembangan ODTW dan Desa Wisata
Perencanaan sangat diperlukan guna pelaksanaan pengembangan Obyek dan Daya Tarik Wisata dan Desa Wisata, walapun saat ini
perencanaan secara komprehensif belum ada namun perencanaan masing-masing ODTW
dan Desa Wisata sudah tersedia dan juga menggambarkan potensi masing-masing
ODTW dan Desa Wisata, sehingga dapat menjadi acuan dalam pengembangannya.
3) Tingginya Dukungan dan Motivasi
Kerja
Tingginya motivasi kerja pegawai yang ada pada Bidang Pariwisata terlihat dari semangat kerja pegawai yang selalu menggali potensi wisata
yang ada di Kabupaten Bandung sehingga dapat tergali potensi yang ada dengan
maksud dapat meningkatkan kunjungan wisata, hal ini sesuai dengan hasil wawancara
dengan hasil diatas rata-rata nilai minimal.
b. Kelemahan
1) Belum
optimalnya TUPOKSI Bidang
Pelaksanaan Tupoksi belum
dilaksanakan secara optimal, hal ini karena terbatasnya jumlah personil yang
belum sesuai dengan banyaknya jumlah obyek wisata dan
Desa Wisata baik yang sudah berkembang maupun obyek wisata rintisan
yaitu jumlah obyek wisata yang telah
berkembang sebanyak 21 obyek wisata dan 10 Desa Wisata, serta tugas-tugas lain
yang harus dilaksanakan di luar Tupoksi.
2) Belum
adanya Standar Operasional Prosedur (SOP) tentang Pelayanan Obyek Wisata
Dalam setiap
kegiatan diperlukan suatu petunjuk ataupun pedoman pelaksana sehingga dapat
mengetahui seperti apa target dan standar yang diinginkan. Pemuda,
Olahraga dan Pariwisata Kabupaten Bandung dalam pemberdayaan masyarakat desa
wisata belum mempunyai SOP yang jelas sehingga setiap kegiatan belum
dilaksanakan sesuai dengan standar yang ada
3) Sarana dan Prasarana Bidang
Pariwisata Kurang Memadai
Sarana prasarana yang ada di Bidang Pariwisata Dinas Pemuda, Olah
Raga dan Pariwisata Kabupaten Bandung dirasa belum memadai dibanding dengan
jumlah obyek wisata, desa wisata dan luas wilayah yang terdiri atas 31
Kecamatan, sarana dan prasarana yang ada saat ini
antara lain :
TABEL 4.2.
DATA PRASARANA BIDANG PARIWISATA
No
|
Sarpras
|
Vol
|
Satuan
|
Kondisi
|
1
|
Kantor
|
1
|
Unit
|
Baik
|
2
|
Kendaraan
R-4
|
1
|
Unit
|
Baik
|
3
|
Kendaraan
R-2
|
0
|
Unit
|
Baik
|
4
|
Komputer
|
3
|
Unit
|
Baik
|
5
|
Laptop
|
1
|
Unit
|
Baik
|
6
|
Printer
|
3
|
Unit
|
Baik
|
7
|
Mesin Ketik
|
1
|
Unit
|
Baik
|
Sumber : Disporpar Kab. Bandung, 2013
Sarana dan prasarana tersebut merupakan kekuatan untuk memberikan pelayanan
kepada masyarakat
- Faktor Eksternal
a. Peluang
1) Adanya
Obyek dan Daya Tarik Wisata yang Beragam
Guna meningkatkan obyek
wisata yang ada diperlukan potensi wisata yang ada di Kabupaten Bandung. Kabupaten
Bandung mempunyai potensi wisata yang apabila digali lebih jauh akan mempunyai
daya tarik tersendiri. Di Kabupaten Bandung mempunyai 21 buah obyek
wisata dan 10 Desa Wisata yang mempunyai keunggulan yang
berbeda, hal ini menjadi potensi yang perlu digali untuk meningkatkan
kunjungan wisata
2) Tersedianya RPJMD dan RIPKD sebagai
Acuan dalam Pengembangan Desa Wisata
Dalam
setiap kegiatan diperlukan rencana, dengan adanya rencana sehingga dapat
dilaksanakan tahapan-tahapan yang perlu dan akan dikerjakan. Begitu pula dalam
pengembangan Desa Wisata sudah tercantum dalam RPJMD Pemuda, Olahraga dan
Pariwisata Kabupaten Bandung dan RIPKD (Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan
Daerah) sehingga mempermudah Bidang Pariwisata Dinas
Pemuda, Olahraga dan Pariwisata Kabupaten Bandung untuk melaksanakan kinerja yang ada
3) Adanya Lembaga Usaha Jasa Pariwisata dan Instansi Pengelola
Obyek Wisata
Terbentuknya lembaga usaha jasa di bidang pariwisata,
merupakan peluang bagi Dinas Pemuda, Olah Raga, dan Pariwisata Kabupaten
Bandung untuk melaksanaan pemberdayaan masyarakat, penjualan produk masyarakat,
maupun penjualan paket-paket wisata serta promosi. Lembaga yang sudah terbentuk
diantaranya : Persatuan Hotel dan Restauran (PHRI) dan Asosiasi
Travel Biro (ASITA).
Sedangka pengelola obyek wisata dimana disekitarnya
terbentuk desa wisata adalah instansi : PT. Perhutani, PT. Perkebunan
Nusantara, PT. Indonesia Power dan BK PSDA. sehingga dapat menunjang pembinaan
dan pengelolaan Desa Wisata secara komprehensif.
b.
Ancaman
1) Kurangnya
Peran Serta Masyarakat dalam Pemberdayaan Desa Wisata
Dalam rangka
pemberdayaan desa wisata komponen yang paling berperan aktif adalah masyarakat
karena pertama kali yang bertemu dengan wisatawan adalah masyarakat sekitar
untuk itu diperlukan peran serta masyarakat dalam rangka meningkatkan desa
wisata sehingga dapat meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar.
2) Lemahnya Daya Saing dan Daya Jual
Destinasi Pariwisata.
Sebenarnya Kabupaten
Bandung mempunyai Sumber Daya Alam yang cukup menarik sehingga mempunyai
potensi Obyek Wisata yang tidak kalah dengan daerah lain, namun dalam
pemanfaatan media promosi masih kurang sehingga obyek wisata yang ada di Kabupaten
Bandung terkesan kurang terkenal dari obyek wisata yang ada di Daerah lain,
sehingga obyek wisata yang ada kurang mempunyai daya saing dan daya jual, untuk
itu diperlukan promosi pariwisata yang lebih optimal bisa dilakukan melalui
media elektronik maupun media cetak sehingga informasi yang ada dapat tersebar
dan dapat terlihat di seluruh wilayah Indonesia bukan hanya di wilayah Jawa Barat saja.
3) Kurang
terjalinnya kemitraan antara Pemerintah Daerah dengan Dunia Usaha Pariwisata
Dalam peningkatan desa
wisata diperlukan peran Pemerintah Daerah maupun Dunia Usaha Pariwisata untuk
itu diperlukan kerjasama sehingga terjalin kemitraan antara Pemerintah Daerah
dengan Dunia Usaha pariwisata, sebagai contoh Pemerintah Daerah dapat
melaksanakan kerjasama dengan hotel dan losmen yang ada di sekitar wilayah desa
wisata sehingga dapat menyediakan penginapan yang layak untuk para wisatawan
yang berkunjung.
Adapun identifikasi faktor internal dan eksternal dapat dilihat pada Tabel 4.3.
Tabel. 4.3
IDENTIFIKASI FAKTOR INTERNAL EKSTERNAL
FAKTOR INTERNAL
|
|||
STRENGTS/KEKUATAN
|
WEAKNESSES/KELEMAHAN
|
||
S1
|
Adanya SDM berkualitas
di Bidang
|
W1
|
Belum optimalnya
pelaksanaan TUPOKSI Bidang
|
S2
|
Adanya Perencanaan Pengembangan ODTW dan Desa Wisata
|
W2
|
Belum adanya
Standar Operasional Prosedur (SOP) tentang Pelayanan Obyek Wisata
|
S3
|
Tingginya Motivasi
Kerja Staf Bidang
|
W3
|
Sarana dan
Prasarana Bidang yang belum memadai
|
FAKTOR
EKSTERNAL
|
|||
OPPORTUNITIES/PELUANG
|
THREATS/TANTANGAN
|
||
O1
|
Adanya Obyek dan
Daya Tarik Wisata yang Beragam
|
T1
|
Kurangnya Peran
Serta Masyarakat dalam Pemberdayaan Desa Wisata
|
O2
|
Tersedianya
RPJMD dan
RIPKD sebagai Acuan dalam Pengembangan Desa Wisata
|
T2
|
Lemahnya Daya
Saing dan Daya Jual Destinasi Pariwisata
|
O3
|
Adanya lembaga usaha
jasa pariwisata dan Instansi Pengelola Obyek Wisata
|
T3
|
Kurang terjalinnya
kemitraan antara Pemerintah Daerah dengan Dunia Usaha Pariwisata
|
Sumber : Hasil Analisa Kelompok III, 2013
B. Memilih dan Menetapkan Faktor Kunci Keberhasilan (FKK)
Langkah
untuk dapat menentukan faktor keberhasilan misi sebagai faktor-faktor strategis
atau faktor kunci keberhasilan dilakukan pentahapan atau langkah-langkah dengan
mendapatkan informasi keadaan faktor-faktor yang akurat dan obyektif, maka
menjadi sangat penting untuk melakukan analisis multi faktor. Adapun aspek yang
dinilai adalah :
1.
Bobot Faktor (BF)
Bobot faktor
adalah tingkat faktor masing-masing dengan satuan ukuran %. Nilai faktor
masing-masing faktor diberikan 1 s/d 5 penentuan bobot faktor, terlebih dahulu
ditentukan nilai faktor masing-masing faktor baik internal maupun eksternal.
Kemudian nilai faktor internal kita jumlahkan. Bobot faktor masing-masing
faktor adalah nilai faktor itu sendiri dibagi jumlah nilai urgensi faktor
internal dikali 100% dengan rumus :
|
Tabel
4.4.
KOMPARASI
URGENSI FAKTOR INTERNAL
No.
|
Faktor Internal
|
Tingkat Komparasi
Urgensi Faktor
|
NF
|
BF(%)
|
|||||
S1
|
S2
|
S3
|
W1
|
W2
|
W3
|
||||
Kekuatan (Strengths)
|
|||||||||
S1
|
Adanya SDM
berkualitas di Bidang
|
S1
|
S1
|
S1
|
S1
|
S1
|
5
|
33,33
|
|
S2
|
Adanya Perencanaan
Pengembangan ODTW dan Desa Wisata
|
S1
|
S2
|
S2
|
S2
|
W3
|
3
|
20,00
|
|
S3
|
Tingginya Motivasi
Kerja Staf Bidang
|
S1
|
S2
|
S3
|
S3
|
S3
|
3
|
20,00
|
|
Kelemahan (Weaknesses)
|
|||||||||
W1
|
Belum optimalnya
pelaksanaan TUPOKSI Bidang
|
S1
|
S2
|
S3
|
W1
|
W3
|
1
|
6,67
|
|
W2
|
Belum adanya
Standar Operasional Prosedur (SOP) tentang Pelayanan Obyek Wisata
|
S1
|
S2
|
S3
|
W1
|
W2
|
1
|
6,67
|
|
W3
|
Sarana dan
Prasarana Bidang Belum Memadai
|
S1
|
W3
|
S3
|
W3
|
W2
|
2
|
13,33
|
|
Total Nilai Urgensi
|
15
|
100
|
Sumber : Hasil Analisa
Kelompok III, 2013
Pada Tabel 4.4. dijelaskan bahwa tingkat urgensi faktor internal yang
mempunyai urgensi paling besar dalam mendukung pencapaian tujuan dan sasaran
adalah unsur kekuatan yang kesatu (S1) dengan BF sebesar 33,33% disusul (S2) 20.00%
dan (W3) 13,33% dalam mendukung pencapaian tujuan dan sasaran.
Selanjutnya
dapat dilihat pula tingkat urgensi faktor eksternal pada
tabel 4.5.
tabel 4.5.
Tabel 4.5.
KOMPARASI URGENSI FAKTOR EKSTERNAL
Faktor
Eksternal
|
Tingkat
Komparasi
Urgensi
Faktor
|
NF
|
BF(%)
|
||||||
O1
|
O2
|
O3
|
T1
|
T2
|
T3
|
||||
Peluang (Opportunities)
|
|||||||||
O1
|
Adanya
Obyek dan Daya Tarik Wisata yang Beragam
|
|
O1
|
O1
|
O1
|
T2
|
O1
|
4
|
26,67
|
O2
|
Tersedianya
RPJMD dan RIPKD sebagai Acuan dalam Pengembangan Desa
Wisata
|
O1
|
|
O3
|
O2
|
T2
|
T3
|
1
|
6,67
|
O3
|
Adanya
lembaga usaha jasa pariwisata dan Instansi Pengelola Obyek Wisata
|
O1
|
O3
|
|
O3
|
O3
|
O3
|
4
|
26,67
|
Ancaman ( Threaths )
|
|||||||||
T1
|
Kurangnya
Peran Serta Masyarakat dalam Pemberdayaan Desa Wisata
|
O1
|
O2
|
O3
|
|
T2
|
T1
|
1
|
6,67
|
T2
|
Lemahnya Daya
Saing dan Daya Jual Destinasi Pariwisata
|
T2
|
T2
|
O3
|
T2
|
|
T2
|
4
|
26,67
|
T3
|
Kurang
terjalinnya kemitraan antara Pemerintah Daerah dengan Dunia Usaha Pariwisata
|
O1
|
T3
|
O3
|
T1
|
T2
|
|
1
|
6,67
|
Total Nilai Urgensi
|
15
|
100
|
Sumber : Hasil Analisa Kelompok III, 2013
Pada Tabel 4.5. dijelaskan bahwa tingkat urgensi
faktor eksternal yang mempunyai urgensi paling besar dalam mendukung pencapaian
tujuan dan sasaran adalah unsur peluang O1 dan O3 dengan BF sebesar 26.67 dan T2
mempunyai BF sebesar 26,67.
2.
Nilai
Dukungan Faktor Internal
Nilai dukungan merupakan
nilai yang diberikan tiap faktor agar memberikan dukungan sehingga dapat selalu
memberi unggulan
dalam mencapai tujuan organisasi. Nilai dukungan (ND) diperoleh melalui
pembobotan dengan menggunakan skala nilai 1 s/d 5.
3.
Nilai
Bobot Dukungan (NBD)
|
Nilai bobot
dukungan ini diperoleh dengan cara mengalikan Nilai Dukungan (ND) dengan Bobot
Faktor (BF).
4.
Nilai
Keterkaitan (NK)
Faktor-faktor
internal dan eksternal suatu organisasi saling terkait atau saling berhubungan
dalam mencapai misi organisasi. Nilai keterkaitan (NK) tiap faktor satu sama
lain dinilai dengan skala
0 s/d 5.
0 s/d 5.
5.
Nilai Rata-rata Keterkaitan (NRK)
Nilai rata-rata keterkaitan tiap faktor satu sama lain dengan skala 1-5.
Untuk nilai rata-rata diperoleh dengan cara menjumlah nilai keterkaitan pada
masing-masing faktor dibagi dengan jumlah yang mempengaruhi di kurangi 1.
|
6.
Nilai
Bobot Keterkaitan (NBK)
Nilai bobot
keterkaitan adalah merupakan perkalian antara Bobot Faktor (BF) dengan nilai
rata-rata keterkaitan.
|
7.
Total
Nilai Bobot (TNB) Faktor
Total nilai
bobot adalah penjumlahan nilai bobot dukungan dengan nilai bobot keterkaitan.
|
Dari tingkat urgensi sebagaimana tabel di atas, maka
kemudian dilakukan evaluasi faktor internal dan eksternal pada Tabel 4.6.
TABEL. 4.6.
EVALUASI
FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL
|
Dari evaluasi faktor internal dan eksternal tersebut di
atas, maka ditentukan faktor kunci keberhasilan internal dan eksternal dengan
melihat TNB paling besar, yaitu sebagaimana Tabel 4.7.
Tabel
4.7.
FAKTOR-FAKTOR KUNCI
KEBERHASILAN
Kekuatan (Strengths)
|
Kelemahan (Weaknesses)
|
||
S1
|
Adanya SDM berkualitas di Bidang
|
W3
|
Sarana dan Prasarana Bidang belum memadai
|
S2
|
Adanya Perencanaan Pengembangan ODTW dan
Desa Wisata
|
W1
|
Belum optimalnya pelaksanaan TUPOKSI Bidang
|
FAKTOR EKSTERNAL
|
|||
Peluang (Opportunities)
|
Tantangan (Threats)
|
||
O1
|
Adanya Obyek dan Daya Tarik Wisata yang
Beragam
|
T2
|
Daya Saing dan Daya Jual Destinasi
Pariwisata Masih Lemah
|
O3
|
Adanya lembaga usaha jasa pariwisata dan Instansi Pengelola Obyek Wisata
|
T1
|
Kurangnya Peran Serta Masyarakat dalam
Pemberdayaan Desa Wisata
|
Sumber : Hasil Analisa Kelompok III, 2013
Peta Kekuatan Organisasi
Berdasarkan hasil
perhitungan total nilai bobot tiap-tiap faktor internal dan eksternal dapat
divisualisasikan kekuatan organisasi pada Gambar 4.1 berikut.
Gambar 4.1.
PETA POSISI
KEKUATAN ORGANISASI
Sumber : Hasil Analisa Kelompok III, 2013
Berdasarkan
gambar di atas, menunjukkan bahwa posisi kekuatan berada pada kuadran satu (KWD I), artinya
organisasi ini memiliki
faktor kunci keberhasilan yang dapat digunakan sebagai acuan utama dalam
memproyeksikan tujuan yaitu kekuatan kunci dan peluang kunci.
C.
Penyelesaian Isu Aktual
1.
Perumusan dan Penetapan Strategi
Strategi merupakan seni memadukan atau
menginteraksikan antar faktor kunci keberhasilan agar terjadi sinergi dalam
mencapai tujuan. Manfaat strategi adalah untuk mengoptimalkan sumber daya
unggulan untuk memaksimalkan pencapaian sasaran kinerja. Konsep manajemen cara
terbaik untuk mencapai tujuan, sasaran, kinerja adalah dengan strategi
memberdayakan sumber daya secara efektif dan efisien.
Strategi dapat disusun dengan analisis kesenjangan,
pendekatan strategi matriks umum, strategi matrik BCG (Bosion Consulting Group) dan strategi matriks SWOT, dari pendekatan
tersebut akan dibahas dalam bab ini adalah penyusunan strategi dengan
pendekatan formulasi strategi matriks SWOT.
Penyusunan strategi dengan pendekatan formulasi
strategi matriks SWOT adalah berdasar pada prinsip pemberdayaan sumber daya
unggulan organisasi atas faktor-faktor kunci keberhasilan organisasi. Caranya
adalah dengan memadukan atau mengintegrasikan antar kekuatan kunci keberhasilan
agar tercipta kesatuan arah dan energi dalam mencapai tujuan, sebagaimana
diilustrasikan dalam tabel 4.8.
Tabel
4.8.
FORMULASI
STRATEGI SWOT
FKK
INTERNAL
FKK
EKSTERNAL
|
KEKUATAN (STRENGTHS)
1. Adanya SDM berkualitas di Bidang
2. Adanya
Perencanaan Pengembangan ODTW dan Desa Wisata
|
KELEMAHAN (WEAKNESSES)
1. Sarana dan Prasarana Bidang Belum Memadai
2. Belum
optimalnya pelaksanaan TUPOKSI Bidang
|
PELUANG (OPPORTUNITIES)
1. Adanya
Obyek dan Daya Tarik Wisata yang Beragam
2. Adanya
lembaga usaha jasa pariwisata dan Instansi Pengelola
Obyek Wisata
|
STRATEGI ( SO )
1. Optimalkan dukungan SDM yang berkualitas guna mengembangkan Obyek dan Daya
Tarik Wisata yang Beragam (S1,O1)
2. Optimalkan Perencanaan
Pengembangan ODTW dan Desa Wisata dengan
memanfaatkan lembaga usaha jasa pariwisata dan Instansi Pengelola
Obyek Wisata (S2,O2)
|
STRATEGI ( WO )
1. Atasi Sarana dan Prasarana Bidang yang
Belum Memadai untuk memfasilitasi
Obyek dan Daya Tarik Wisata yang
Beragam (W1,O1)
2. Optimalkan Pelaksanaan TUPOKSI Bidang dengan
memanfaatkan Lembaga Usaha Jasa Pariwisata dan Instansi Pengelola
Obyek Wisata (W2,O2)
|
ANCAMAN (THREATS)
1. Lemahnya Daya Saing dan Daya
Jual Destinasi Pariwisata
2. Kurangnya
Peran Serta Masyarakat dalam Pemberdayaan Desa Wisata
|
STRATEGI ( ST )
1. Dayagunakan
SDM yang berkualitas guna mengatasi lemahnya Daya Saing dan Daya Jual Destinasi Pariwisata (S1,T1)
2. Optimalkan Perencanaan Pengembangan ODTW dan
Desa Wisata untuk meningkatkan Peran Serta
Masyarakat dalam Pemberdayaan Desa Wisata (S2,T2)
|
STRATEGI ( WT )
1. Atasi Sarana dan Prasarana yang kurang memadai di
Lingkungan Obyek Wisata untuk mengatasi lemahnya Daya
Saing dan Daya Jual Destinasi Pariwisata (W1,T1)
2. Atasi
Belum optimalnya pelaksanaan TUPOKSI Bidang dengan
mendayagunakan peran Serta Masyarakat dalam Pemberdayaan Desa Wisata (W2,T2)
|
Sumber : Hasil Analisa Kelompok III, 2013
Untuk pemilihan strategi digunakan teori tapisan,
sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 4.9.
Tabel 4.9.
TEORI TAPISAN
NO
|
ALTERNATIF STRATEGI
|
EFFEKTIVITAS
|
KEMUDAHAN
|
BIAYA
|
TOTAL
|
KET
|
STRATEGI
SO
|
||||||
1
|
Optimalkan dukungan
SDM yang berkualitas guna mengembangkan Obyek dan Daya Tarik Wisata yang
Beragam
|
5
|
5
|
5
|
15
|
I
|
2
|
Optimalkan Perencanaan Pengembangan ODTW dan Desa
Wisata dengan memanfaatkan lembaga usaha jasa pariwisata dan Instansi
Pengelola Obyek Wisat
|
4
|
4
|
4
|
12
|
II
|
STRATEGI WO
|
||||||
3
|
Atasi
Sarana dan Prasarana Bidang yang
Belum Memadai untuk memfasilitasi Obyek dan Daya Tarik Wisata yang Beragam
|
3
|
3
|
4
|
10
|
II
|
4
|
Optimalkan
Pelaksanaan TUPOKSI Bidang dengan memanfaatkan Lembaga
Usaha Jasa Pariwisata dan Instansi Pengelola Obyek Wisata
|
5
|
4
|
4
|
11
|
I
|
STRATEGI ST
|
||||||
5
|
Dayagunakan
SDM yang berkualitas guna mengatasi Daya Saing dan Daya Jual Destinasi
Pariwisata Masih Lemah
|
4
|
3
|
3
|
10
|
II
|
6
|
Optimalkan
Perencanaan Pengembangan ODTW dan Desa Wisata untuk meningkatkan Peran Serta
Masyarakat dalam Pemberdayaan Desa Wisata
|
4
|
4
|
3
|
11
|
I
|
STRATEGI
WT
|
||||||
7
|
Atasi Sarana
dan Prasarana yang kurang memadai di Lingkungan Obyek Wisata untuk mengatasi lemahnya Daya Saing dan Daya Jual
Destinasi Pariwisata
|
4
|
4
|
3
|
11
|
II
|
8
|
Optimalkan
pelaksanaan TUPOKSI Bidang dengan mendayagunakan peran Serta Masyarakat dalam
Pemberdayaan Desa Wisata
|
4
|
4
|
4
|
12
|
I
|
Sumber : Hasil Analisa
Kelompok III, 2013
Hasil analisis terhadap alternatif strategi berdasarkan : a) efektifitas
b) kemudahan dan c) biaya, maka ditetapkan alternatif strategi yang potensial, sebagai berikut :
b) kemudahan dan c) biaya, maka ditetapkan alternatif strategi yang potensial, sebagai berikut :
a.
Strategi Utama, yaitu : Optimalkan dukungan SDM yang berkualitas guna
mengembangkan Obyek dan Daya Tarik Wisata yang Beragam.
b.
Strategi
Pendukung, yaitu :
1)
Optimalkan Pelaksanaan TUPOKSI Bidang dengan memanfaatkan
Lembaga Usaha Jasa Pariwisata dan Instansi Pengelola Obyek Wisata
2)
Optimalkan Perencanaan Pengembangan ODTW dan Desa Wisata
untuk meningkatkan Peran Serta Masyarakat dalam Pemberdayaan Desa Wisata
3)
Optimalkan pelaksanaan TUPOKSI Bidang dengan mendayagunakan peran
Serta Masyarakat dalam Pemberdayaan Desa Wisata.
2) Perumusan dan Pemetaan Strategi
Agar
strategi yang telah ditetapkan dapat berjalan, maka perlu disusun suatu kebijakan operasional
sebagai pedoman atau acuan dalam menjabarkan strategi ke dalam program-program
dan kegiatan secara rinci seperti pada tabel berikut:
Tabel 4.10.
STRATEGI,
KEBIJAKAN, PROGRAM DAN KEGIATAN
No
|
Tujuan
|
Sasaran
|
Strategi
|
Kebijakan
|
Program
|
Kegiatan
|
1
|
Meningkatkan Kesadaran Masyarakat Akan
Kegiatan Kepariwisataan
|
Terwujudnya penerapan SAPTA PESONA pada
masyarakat pariwisata, pelajar SLTA, Perguruan tinggi dan organisasi
masyarakat
|
Optimalkan dukungan SDM yang
berkualitas guna mengembangkan Obyek dan Daya Tarik Wisata yang Beragam
|
Mengembangkan Destinasi Pariwisata
|
Pengembangan Destinasi
Pariwisata
|
1. Pengembangan Obyek Wisata Unggulan
2. Penataan Potensi Desa Wisata
|
Optimalkan Pelaksanaan TUPOKSI Bidang dengan
memanfaatkan Lembaga Usaha Jasa Pariwisata dan Instansi Pengelola Obyek
Wisata
|
Meningkatkan kerjasama dengan usaha jasa
pariwisata
|
Pengembangan Pemasaran Pariwisata
|
1. Koordinasi Sektor Pendukung Pariwisata
2. Peningkatan Peran Serta Masyarakat dalam
Pengembangan Kemitraan Pariwisata
|
|||
Optimalkan
Perencanaan Pengembangan ODTW dan Desa Wisata untuk meningkatkan Peran Serta
Masyarakat dalam Pemberdayaan Desa Wisata
|
Meningkatkan peran serta masyarakat
|
Peningkatan Peran Serta Masyarakat Dalam
Pengembangan Kemitraan Pariwisata
|
1. Pengembangan Peningkatan Wawasan Pengurus
Desa Wisata Dalam Pengembangan Potensi Wisata Perdesaan
2. PNPM Pariwisata
|
|||
Optimalkan pelaksanaan TUPOKSI Bidang dengan
mendayagunakan peran Serta Masyarakat dalam Pemberdayaan Desa Wisata
|
Meningkatkan peran serta
masyarakat
|
Peningkatan Peran Serta
Masyarakat Dalam Pengembangan Kemitraan Pariwisata
|
1. Pelatihan Pengelolaan Desa Wisata
2. Pelatihan pemandu wisata
|
Sumber : Renstra Disporpar Kabupaten Bandung dan Hasil Analisa
Kel. III, 2013
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Dari uraian Bab I
sampai dengan Bab IV dan setelah dianalisis dengan menggunakan metode SWOT maka
dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Pada Bidang
Pariwisata,
Dinas Pemuda, Olahraga dan Pariwisata Kabupaten Bandung isu aktual yang
paling dominan adalah belum
optimalnya pemberdayaan masyarakat di desa wisata.
2. Upaya Pengembangan Desa
Wisata di Kabupaten Bandung
masih menunjukan capaian kinerja yang belum optimal karena lemahnya
beberapa faktor internal dan eksternal organisasi
3.
Faktor kunci keberhasilan internal dan eksternal yang mempengaruhi dalam pemberdayaan masyarakat desa
wisata pada Bidang Pariwisata, Dinas Pemuda, Olahraga dan Pariwisata Kabupaten
Bandung adalah : Adanya SDM berkualitas, Adanya perencanaan
pengembangan ODTW dan Desa Wisata, Sarana dan Prasarana Bidang yang Belum Memadai, Belum optimalnya
pelaksanaan
TUPOKSI Bidang,
Adanya Obyek dan Daya Tarik Wisata yang Beragam, Adanya lembaga usaha
jasa pariwisata dan Instansi Pengelola Obyek Wisata, Daya Saing dan Daya Jual
Destinasi Pariwisata Masih Lemah, Kurangnya Peran Serta Masyarakat dalam
Pemberdayaan Desa Wisata.
4.
Setelah
dilakukan identifikasi faktor-faktor organisasi secara cermat dan dianalisa,
diketahui bahwa posisi organisasi Bidang Pariwisata, Dinas Pemuda, Olah Raga dan Pariwisata Kabupaten
Bandung
berada pada kuadran I, artinya lembaga tersebut memiliki keunggulan kompetitif
untuk memberdayakan masyarakat di desa Wisata.
5.
Strategi prioritas yang
terpilih adalah : Optimalkan dukungan SDM yang berkualitas guna mengembangkan
Obyek dan Daya Tarik Wisata yang Beragam, sedangkan strategi pendukung adalah :
a) Optimalkan Pelaksanaan
TUPOKSI Bidang dengan memanfaatkan Lembaga Usaha Jasa Pariwisata dan Instansi
Pengelola Obyek Wisata; b) Optimalkan
Perencanaan Pengembangan ODTW dan Desa Wisata untuk meningkatkan Peran Serta
Masyarakat dalam Pemberdayaan Desa Wisata, dan; c) Optimalkan pelaksanaan TUPOKSI Bidang dengan
mendayagunakan peran Serta Masyarakat dalam Pemberdayaan Desa Wisata.
6. Berdasarkan strategi diatas, kebijakan yang
ditempuh yaitu a) Kebijakan Mengembangkan Potensi Pariwisata, b) Meningkatkan
kerjasama dengan usaha jasa pariwisata dan c) Kebijakan Meningkatkan peran
serta masyarakat
7. Berdasarkan Kebijakan diatas, program yang
ditempuh yaitu : a) Peningkatan Sarana dan Prasarana Pariwisata, b)
Pengembangan Pemasaran Pariwisata dan c) Peningkatan Peran Serta Masyarakat
Dalam Pengembangan Kemitraan Pariwisata.
8. Berdasarkan Program yang ditempuh, dijabarkan
pada pelaksanaan kegiatan : a). Pengembangan
Obyek Wisata Unggulan; b) Penataan Potensi Desa Wisata; c) Koordinasi Sektor
Pendukung Pariwisata; d) Peningkatan Peran Serta Masyarakat dalam Pengembangan
Kemitraan Pariwisata; e) Pengembangan Peningkatan Wawasan Pengurus Desa Wisata
Dalam Pengembangan Potensi Wisata Perdesaan; f) PNPM Pariwisata; g) Pelatihan
Pengelolaan Desa Wisata; h) Pelatihan pemandu wisata
9. Peran Pimpinan atau dalam hal ini Kepala Bidang
Pariwisata sangat strategis dalam menggerakan kepala seksi dan staf Bidang
serta usaha jasa pariwisata, masyarakat desa wisata dan lembaga terkait, tak
kalah penting adalah tindakan inovasi yang bertanggungjawab dalam pengembangan
destinasi pariwisata khususnya pengembangan Desa Wisata di Kabupaten Bandung.
B. Saran.
Berdasarkan matrik strategi dalam upaya
pemberdayaan masyarakat di Desa Wisata Kabupaten Bandung, maka disarankan :
- Fokuskan implementasi strategi utama yakni Optimalkan dukungan SDM yang berkualitas guna mengembangkan Obyek dan Daya Tarik Wisata yang Beragam berikut kebijakan dan programnya;
- Perlu adanya pelatihan Sumber Daya Manusia dalam Pengembangan Destinasi Pariwisata khususnya pelatihan kepemimpinan;
- Pemberdayaan masyarakat di desa wisata dalam pengelolaan potensi wisata;
- Meningkatkan kerjasama dengan dunia usaha pariwisata, dan penggerakan pengelola Desa Wisata.
- Perlu disusun SOP pengelolaan obyek wisata dan desa wisata.
- Diharapkan untuk program dan kegiatan dapat dilaksanakan dengan efektif dan efisien, sehingga menambah kepercayaan masyarakat khususnya masyarakat desa wisata.
DAFTAR PUSTAKA
George
R. Terry, dalam Orasi Ilmiah Widyaiswara, Drs. H. Sigit Sumarhaen Yanto, SH, MM,
Bandung, 16 Desember 2010
Howard
H. Hoyt, dalam Orasi Ilmiah Widyaiswara, Drs. H. Sigit Sumarhaen Yanto, SH, MM,
Bandung, 16 Desember 2010
Jach
Welah, dalam Orasi Ilmiah Widyaiswara, Drs. H. Sigit Sumarhaen Yanto, SH, MM, Bandung, 16 Desember 2010
Kapur,
1994, dalam Orasi Ilmiah Widyaiswara, Drs. H. Sigit Sumarhaen Yanto, SH, MM, Bandung, 16 Desember 2010
Modul Pendidikan dan Pelatihan Kepemimpinan Tingkat III, Kertas Kerja Kelompok (KKK), Lembaga
Administrasi Negara, 2008.
Modul Pendidikan dan Pelatihan Kepemimpinan Tingkat III, Isu Aktual
Sesuai Tema, Lembaga Administrasi Negara, 2008.
Modul Pendidikan dan Pelatihan Kepemimpinan Tingkat III, Teknik-Teknik Analisis
Manajemen,
Lembaga
Administrasi Negara, 2008.
Modul
Pendidikan dan Pelatihan Kepemimpinan Tingkat III, AKIP dan Pengukuran Kinerja, Lembaga
Administrasi Negara, 2008.
Robbins, Stephen P. 1996. Perilaku Organisasi. Jakarta:
PT Raja Grafindo
Yukl,
Gary, dalam Orasi Ilmiah Widyaiswara, Drs. H. Sigit Sumarhaen Yanto, SH, MM, Bandung,
16 Desember 2010.
.
DAFTAR DOKUMEN
1. Peraturan Bupati Bandung Nomor 5 Tahun 2008
tentang Rincian Tugas, Fungsi dan Tata Kerja Dinas Daerah Kabupaten Bandung;
2. Rencana Strategis Dinas Pemuda, Olahraga dan
Pariwisata tahun 2011-2015;
3. Proposal Pengembangan Wisata Perdesaan Kabupaten
Bandung kepada Komisi VI dan X DPR RI;
4. Peraturan Daerah Kabupaten Bandung Nomor 18 Tahun
2012 tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Daerah Tahun 2012-2017;
5. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
Dinas Pemuda, Olahraga dan Pariwisata Tahun 2012;
6. Rencana Kerja Dinas Pemuda, Olahraga dan
Pariwisata tahun 2013;
7. Rencana Kerja Dinas Pemuda, Olahraga dan
Pariwisata tahun 2014;
8. Leaflet Pesona Wisata Kabupaten Bandung.
Mau nanya ..
BalasHapusBerapa Biaya USG di rs soreang ?
Mau cek Kista pake USG ..
Mohon bantuannya ..
Terimakasih..